Fakta Terbaru, Pelempar Sandal ke Guru Madin di Demak Ternyata Bukan Siswa D

Demak, Ahmad Zuhdi, Ahmad Zuhdi guru madin didenda Rp 25 juta, guru madin demak, guru madin demak didenda, guru Madin, Fakta Terbaru, Pelempar Sandal ke Guru Madin di Demak Ternyata Bukan Siswa D

Belakangan ini, kisah seorang guru madrasah diniyah (madin) di Kabupaten Demak, Jawa Tengah yang didenda Rp 25 juta menyita perhatian publik

Ahmad Zuhdi (63), guru Madrasah Diniyah (Madin) Roudhotul Mutaalimin di Desa Jatirejo, Karanganyar, Demak didenda pasca menampar santri berinisial D.

Berdasarkan pengakuak teman-temannya, siswa D diduga melempar sandal yang menegnai peci di kepala Zuhdi.

Insiden itu berujung pada tuntutan ganti rugi dari orangtua siswa D, yang awalnya diminta Rp 25 juta, akhirnya ganti rugi itu akhirnya disepakati sebesar Rp 12,5 juta.

Kasus ini menyebar cepat dan memicu perdebatan publik, dan mendapat sorotan beberapa tokoh termasuk Gubernur Jateng Ahmad Luthfi.

Belakangan, orangtua siswa D juga telah berupaya mengembalikan uang denda kepada Zuhdi setelah kasus ini ramai menjadi sorotan masyarakat, meski berujung dengan penolakan.

Kasus ini akhirnya berakhir damai melalui tindakan restorative justice dengan adanya pencabutan laporan yang dikonfirmasi Wakapolres Demak, Kompol Hendrie Suryo Liquisasono.

"Tidak, itu di luar kepolisian, mereka, apa namanya, menyelesaikan di luar kepolisian," ujar Hendrie, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (22/7/2025) malam.

Fakta Baru Terungkap, Siswa D Bukan Pelempar Sandal

Berdasarkan penelusuran TribunJateng.com, terungkap fakta bahwa siswa D bukan pelaku pelempar sandal yang memicu kemarahan sang guru.

Fakta ini diketahui dari wawancara dengan teman-teman sekelas D di lokasi kejadian.

teman D mengatakan bahwa ,eskipun sandal yang dilempar merupakan milik D, namun bukan D yang melemparnya.

“Saat itu kami lagi bercanda. Yang melempar sandal milik D itu teman lain, tapi karena takut, kami semua tunjuk D saja,” ungkap salah satu teman D.

Hal ini diperkuat oleh pernyataan kuasa hukum Zuhdi, Nizar, yang mengakui bahwa hingga kini belum jelas siapa pelaku sebenarnya.

Namun, karena saat itu ada tekanan dan pengakuan dari teman-teman D, Zuhdi akhirnya mengambil tindakan hukuman tersebut.

“Memang sampai saat ini tidak diketahui pasti siapa yang melempar. Tapi teman-teman D mengatakan D pelakunya, maka itu Pak Zuhdi menampar karena emosi sesaat,” ujar Nizar melalui sambungan telepon.

Awal Mula: Guru Madin Tampar Siswa D karena Lemparan Sandal

Penamparan yang dilakukan Zuhdi kepada siswa D bermula saat ia tengah mengajar dan tiba-tiba sebuah sandal melayang dan mengenai kepalanya, tepat di bagian peci yang ia kenakan.

Saat itu, Zuhdi pun mendatangi arah datangnya sandal dan menemukan sekelompok siswa yang tengah bercanda.

Ia bertanya siapa pelakunya, tetapi tak ada yang mengaku. Ia lalu membawa para siswa masuk ke dalam kelas dan menyampaikan ultimatum bahwa jika tak ada yang mengaku, seluruh kelas akan dibawa ke kantor.

Dalam kondisi tertekan, beberapa siswa serempak menunjuk ke arah D. Zuhdi kemudian menampar D.

Namun menurutnya, tamparan tersebut adalah bentuk dari disiplin pendidikan, bukan pelampiasan.

“Tamparan saya tidak keras. Saya tidak ingin menyakiti. Saya sudah 30 tahun mengajar.Itu untuk mendidik,” ujarnya ketika ditemui TribunJateng.com.

Pendapat Masyarakat pada Kasus Guru Madin Terbelah

Tindakan Zuhdi memicu respons keras dari wali murid D, yang menuntut ganti rugi sebesar Rp 25 juta.

Setelah melalui proses mediasi, disepakati bahwa Zuhdi akan membayar Rp 12,5 juta sebagai bentuk tanggung jawab.

Kasus ini mendapat perhatian luas dan membelah opini masyarakat. Sebagian menyayangkan kejadian tersebut dan menyebut dunia pendidikan semakin tertekan oleh tuntutan emosional.

Sebagian lagi menilai seharusnya ada komunikasi yang lebih baik antara orang tua dan guru.

“Sebenarnya miris. Dunia pendidikan tercoreng. Harusnya pihak orang tua dan guru sama-sama sabar,” kata Rusmiati (45), warga Kota Semarang, saat ditemui pada Rabu (23/7/2025).

Hal senada diungkapkan Andi Santoso (41), warga Kabupaten Semarang yang juga menyekolahkan anaknya di madin.

“Jangan-jangan bukan D pelakunya, tapi teman-temannya yang nuduh. Orang tuanya seharusnya bisa selesaikan secara kekeluargaan, datang baik-baik,” ucapnya.