Top 8+ Kali Ubah Aturan Tanpa DPRD, PDI-P Sebut Dedi Mulyadi Tak Konsisten

Dedi Mulyadi, gubernur jawa barat, DPRD Jawa Barat, fraksi pdip jabar, fraksi pdip jabar walk out, 8 Kali Ubah Aturan Tanpa DPRD, PDI-P Sebut Dedi Mulyadi Tak Konsisten

Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Barat akhirnya menjelaskan alasan mereka tidak menghadiri Rapat Paripurna persetujuan APBD Perubahan 2025 yang digelar pada Jumat (15/8/2025).

Wakil Ketua DPRD Jabar dari Fraksi PDI Perjuangan, Ono Surono, menyebut keputusan itu diambil karena menilai Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tidak konsisten dalam menjalankan kebijakan dan tidak sejalan dengan Asta Cita yang menjadi visi Presiden Prabowo.

Ono mencontohkan, salah satunya terkait dana hibah untuk pondok pesantren. Semula Pemprov Jabar mengalokasikan Rp135 miliar dalam APBD 2025.

Namun, pada APBD Perubahan 2025 dana tersebut dihapus, diganti dengan program beasiswa santri hanya sebesar Rp10 miliar.

"Jadi KDM (Kang Dedi Mulyadi) ini tidak konsisten juga. Kebijakan berbasis dia datang. Belum bersifat komprehensif," ujar Ono di Kantor DPRD Jabar, Kota Bandung, Selasa (19/8/2025).

Ia menambahkan, hibah pesantren baru akan kembali dianggarkan pada APBD 2026 dengan alasan pemerintah masih melakukan evaluasi penerima hibah.

Kritik Soal Perubahan Peraturan Tanpa DPRD

Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jabar, Ineu Purwadewi Sundari, menyoroti langkah Gubernur yang delapan kali mengubah Peraturan Gubernur Jawa Barat tentang Penjabaran APBD tanpa melibatkan DPRD.

Menurutnya, efisiensi belanja yang dilakukan tidak sejalan dengan ASTA CITA maupun 17 program prioritas yang mendukung target pertumbuhan ekonomi sebesar delapan kali lipat sebagaimana dicanangkan Presiden Prabowo.

"Dengan menghilangkan program/kegiatan dalam bidang pendidikan, kesehatan dan infrastruktur, khususnya program atau kegiatan dalam bentuk bantuan keuangan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa serta hibah kepada sekolah-sekolah swasta/pondok pesantren," kata Ineu.

Program Relokasi Dinilai Tak Jelas

Ineu juga menyoroti kebijakan pengendalian alih fungsi lahan yang menyasar pedagang kaki lima (PKL) dan UMKM.

Meski ada pembongkaran lapak di sejumlah daerah, namun menurutnya tidak ada rencana relokasi yang jelas dan transparan dengan beban anggaran yang bersumber dari APBD Jabar 2025.

"Malah ada kesan, Gubernur tebang pilih, tajam ke bawah tumpul ke atas, yang dibuktikan bangunan-bangunan megah milik pengusaha yang menempati lahan-lahan yang tidak sesuai peruntukkan, tidak diberi sanksi dan dilakukan pembongkaran serta masih tegak berdiri," ucapnya.

Dinilai Tidak Libatkan Stakeholder

Fraksi PDI Perjuangan juga menilai Dedi Mulyadi belum sepenuhnya mengedepankan semangat membangun dengan melibatkan seluruh unsur pentahelix—pemerintah, masyarakat, akademisi, dunia usaha, dan media.

"Gubernur seakan-akan berjalan sendiri tanpa mempedulikan aspirasi, masukan dan kritik yang bersifat membangun untuk menjadikan Jawa Barat Istimewa," kata Ineu.

Meski demikian, PDI Perjuangan tetap menghargai langkah gubernur serta fraksi DPRD lain yang menyetujui Ranperda APBD Perubahan Jabar 2025.

"Kami mempunyai harapan, program/kegiatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang disusun dan didanai oleh APBD TA 2026 dapat dilakukan perencanaan yang memenuhi aspek teknokratis, partisipatif, politis, top down dan bottom up serta melibatkan stakeholder yang tergabung dalam Pentahelix. Pembahasan RAPBD TA 2026 yang dilakukan oleh Gubernur/TAPD Jawa Barat dan DPRD Jawa Barat, seyogyanya dilakukan dengan waktu yang cukup," ujar Ineu.

Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Alasan PDIP Absen di Rapat Paripurna DPRD Jabar, Ono Surono Singgung KDM: Tidak Konsisten Juga

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!