Dedi Mulyadi Sebut Banjir di Jakarta Akibat Bangunan di Aliran Sungai, Butuh Rp 8 Triliun untuk Selesaikan

Banyaknya bangunan yang berdiri di aliran sungai (DAS) di Jawa Barat menjadi salah satu biang keladi banjir di wilayah Jakarta, Bekasi dan Kerawang.
Hal itu dikatakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi saat Rapat Gubernur Forum Kerja Sama Daerah Mitra Praja Utama (FKD-MPU) di Jakarta Pusat, Selasa (17/6).
Parahnya, bangunan yang berdiri di bantaran sungai tersebut memiliki sertifikat resmi. Sehingga pemerintah membutuhkan anggaran sekitar Rp8 triliun untuk membebaskan bangunan tersebut di sekitar DAS.
"Berubahnya peruntukan lahan, seluruh daerah aliran sungai itu berdasarkan data yang saya miliki, itu sudah berisi rumah, perumahan, ber IMB, bersertifikat, dan kalau ditotalkan penggantian kalau ada penggantiannya itu memerlukan Rp 8 triliun," ucapnya.
Pendirian bangunan di daerah aliran sungai, menurut Dedi, adalah pelanggaran berat. Namun, Dedi juga menyadari banyak masyarakat rentan miskin yang tak bisa membeli rumah dan terpaksa mendirikan bangunan di tempat yang seharusnya.
"Problemnya disitu adalah kelompok masyarakat rentan kemiskinan yang menggunakan bantaran sungai menjadi rumah, menjadi areal usaha, dan itu kebanyakan adalah kaum urban yang sudah berumur puluhan tahun yang tidak punya rumah," imbuhnya.
Lanjut Dedi, penataan dan aksi pembongkaran bangunan wisata di Puncak, Bogor yang ia lakukan beberapa waktu lalu, bertujuan untuk menyelamatkan daerah hilir seperti Jakarta dari ancaman banjir.
"Penanganan saya di Puncak kemarin sesungguhnya kan saya lagi menjalankan sebuah tujuan utama menyelamatkan Jakarta dan Bekasi dan Bekasi. Kita kan perlu recovery lingkungan tuh, berapa ribu bangunan yang nanti harus saya angkat dari bantaran sungai," kata Dedi.
Kata Dedi, setelah nantinya normalisasi daerah aliran sungai bisa dilakukan, pemerintah juga harus pemulihan ruang terbuka hijau yang rusak akibat infrastruktur.
"Normalisasi sungainya harus dilakukan menyelesaikan problem di hulu, reboisasi harus kita dorong, berani berhadapan membongkar bangunan-bangunan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip lingkungan," ungkap Dedi. (Asp)