Pakar Ungkap Alasan Munculnya Fenomena Rojali, ketika ke Mal Bukan untuk Belanja

Ramainya pusat perbelanjaan di berbagai kota besar tidak selalu berbanding lurus dengan transaksi pembelian yang terjadi.
Belakangan, muncul fenomena rojali atau "rombongan jarang beli" yang menggambarkan pengunjung mal atau pusat perbelanjaan lainnya yang datang beramai-ramai, namun jarang melakukan pembelian.
Fenomena ini viral di media sosial dan kerap dikaitkan dengan kelompok anak muda yang datang ke pusat perbelanjaan hanya untuk berjalan-jalan, berswafoto, atau sekadar menikmati pendingin ruangan.
Namun, di balik kemunculannya, tren ini disebut mencerminkan persoalan struktural, menurunnya daya beli masyarakat.
“Fenomena rojali tidak berjumlah banyak dan hanya bersifat sementara. Hal ini terjadi karena penurunan daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah bawah,” kata Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (20/7/2025).
Fenomena rojali di mal bukan sekadar tren nongkrong, tapi cerminan daya beli masyarakat kelas menengah bawah yang belum sepenuhnya pulih.
Daya beli belum pulih
Menurut Alphonzus, meski mobilitas masyarakat dan kunjungan ke pusat perbelanjaan telah kembali normal, pola belanja masyarakat berubah signifikan. Mereka kini lebih selektif dalam membelanjakan uangnya.
“Karena uang yang dipegang relatif sedikit, maka terjadi kecenderungan untuk membeli barang atau produk yang harga satuannya kecil,” ujarnya.
Dengan kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, konsumen lebih memilih produk kebutuhan dasar atau barang kecil yang lebih terjangkau secara harga, ketimbang barang sekunder seperti busana bermerek atau produk elektronik.
Upaya bertahan lewat promo
Melihat situasi tersebut, sejumlah pengelola mal dan pelaku ritel mengupayakan berbagai strategi untuk mempertahankan daya tarik belanja di tengah ketatnya pengeluaran rumah tangga.
“Pusat perbelanjaan dan peritel menggelar berbagai program promo, agar barang atau produk tetap terjangkau bagi masyarakat,” kata Alphonzus.
Program seperti potongan harga, bundling produk, dan penawaran cicilan kerap digencarkan untuk memancing pembelian.
Di sisi lain, beberapa pusat perbelanjaan juga mulai mengubah pendekatan, tidak hanya sebagai tempat belanja, melainkan ruang publik yang nyaman untuk rekreasi ringan dan sosialiasi.