Apa Itu Rojali dan Rohana? Fenomena Baru di Mal di Indonesia

rojali, rohana, Rojali, daya beli masyarakat menurun, rojali adalah, rojali artinya, daya beli masyarakat 2025, Apa Itu Rojali dan Rohana? Fenomena Baru di Mal di Indonesia

Belakangan ini beredar sebutan rojali dan rohana di media sosial. Ketiganya merupakan akronim yang merujuk pada kebiasaan pengunjung mal dan pusat perbelanjaan di Indonesia. 

"Rojali" adalah akronim dari rombongan jarang beli. Sementara itu, "rohana" adalah akronim dari rombongan hanya nanya, dilaporkan oleh , Sabtu (26/7/2025).

Mengenal rojali dan rohana

Bukan tren baru, tapi intensitas meningkat

rojali, rohana, Rojali, daya beli masyarakat menurun, rojali adalah, rojali artinya, daya beli masyarakat 2025, Apa Itu Rojali dan Rohana? Fenomena Baru di Mal di Indonesia

Fenomena rojali dan rohana muncul di mal. Simak artinya, penyebabnya, dan dampaknya menurut pakar.

jalan di mal, baik rohana maupun rojali dinilai minim atau bahkan tanpa melakukan transaksi alias window shopping.

Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, rojali bukanlah tren baru.

"Pengunjung datang ke pusat perbelanjaan tapi sedikit atau tidak belanja. Ini bukan tren baru. Kondisi seperti itu selalu terjadi setiap saat," tutur Alphonzus.

Tak hanya itu, Alphonzus menilai bahwa fenomena rojali tidak bersifat permanen. 

"Fenomena rojali tidak berjumlah banyak dan hanya bersifat sementara. Hal ini terjadi karena penurunan daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah bawah," tambahnya. 

Meskipun tidak berjumlah banyak, tapi menurutnya intensitasnya meningkat akibat pengaruh kondisi perekonomian Indonesia. 

Apa penyebab rojali dan rohana?

Perubahan pola konsumsi masyarakat

rojali, rohana, Rojali, daya beli masyarakat menurun, rojali adalah, rojali artinya, daya beli masyarakat 2025, Apa Itu Rojali dan Rohana? Fenomena Baru di Mal di Indonesia

Fenomena rojali dan rohana muncul di mal. Simak artinya, penyebabnya, dan dampaknya menurut pakar.

Keberadaan rojali dan rohana dipengaruhi oleh perubahan pola konsumsi masyarakat. Menurut Alphonzus, masyarakat tetap pergi ke mal, tapi pola konsumsinya berbeda. 

Mereka tidak belanja dalam jumlah besar, melainkan cenderung memilih barang dengan harga satuan lebih murah. 

"Karena uang yang dipegang relatif sedikit maka terjadi kecenderungan untuk membeli produk yang unit price-nya kecil," tutur Alphonzus.

Hal tersebut berkaitan dengan peningkatan transaksi pada sektor makanan dan minuman ringan, kebutuhan harian, atau barang diskon yang harganya murah. 

Masyarakat lebih memilih barang-barang atau produk-produk tersebut, dibanding barang branded atau produk elektronik. 

Salah satu pengunjung mal yang hanya melihat-lihat saja adalah Dinda. Dilaporkan, Senin (28/7/2025), Dinda mengunjungi mal untuk melepas penat dengan minim melakukan transaksi.

"Aku biasanya makan, itu pasti. Terus lihat-lihat aja, refreshing. Jadi meskipun cuma lihat-lihat doang, udah fun banget buat aku," tutur Dinda. 

Apa rojali dan rohana berdampak signifikan pada mal?

Belum mengganggu, tapi..

rojali, rohana, Rojali, daya beli masyarakat menurun, rojali adalah, rojali artinya, daya beli masyarakat 2025, Apa Itu Rojali dan Rohana? Fenomena Baru di Mal di Indonesia

Fenomena rojali dan rohana muncul di mal. Simak artinya, penyebabnya, dan dampaknya menurut pakar.

Walaupun ramai dibicarakan di media sosial, Alphonzus berpendapat bahwa keberadaan rojali belum mengganggu kinerja pusat perbelanjaan dalam skala nasional. 

Hal ini karena daya beli masyarakat di luar Pulau Jawa terbilang masih stabil.

"Secara umum belum berdampak besar. Tapi jika daya beli tidak juga pulih, maka dampaknya bisa meluas, bukan hanya ke sektor ritel tetapi juga ke sektor manufaktur, jasa, hingga keuangan," jelas Alphonzus, dikutip dari , Kamis (24/7/2025).

Belum tentu mencerminkan kemiskinan, tapi..

Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Ateng Hartono menyampaikan, rojali belum tentu menggambarkan kemiskinan.

Kendati demikian, fenomena tersebut bisa menjadi gejala sosial akibat tekanan ekonomi, khususnya bagi kelompok rentan. 

"Kelompok atas juga mulai menahan konsumsinya," tutur Ateng, dilaporkan oleh , Jumat (25/7/2025).

Meskipun belum ada survei tentang rojali, tapi Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2025 menunjukkan, terdapat peningkatan setengah pengangguran di perkotaan. 

Adapun setengah pengangguran adalah para pekerja yang jam kerjanya kurang dari 35 jam per pekan, serta mereka masih terbuka untuk melakukan pekerjaan lain. 

Jumlah setengah pengangguran di perkotaan pada Februari 2025 mengalami kenaikan 460.000 orang, dibandingkan Agustus 2024, dikutip dari Antara

Tak hanya itu, terdapat peningkatan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di kalangan laki-laki di wilayah perkotaan menjadi 6,06 persen pada Februari 2025, dibanding 5,87 persen pada Agustus 2024.

Kenaikan harga komoditas pangan juga turut berpengaruh, antara lain minyak goreng, cabai rawit, dan bawang putih.