Fenomena Rojali di Mal Jakarta: Lebih Sering Jalan-Jalan, Jarang Beli

Di tengah kesibukan pusat perbelanjaan Jakarta, muncul istilah baru yang mencuri perhatian, yaitu rojali, singkatan dari "rombongan jarang beli".
Fenomena ini menggambarkan bagaimana masyarakat sering kali mengunjungi mal tanpa niatan untuk berbelanja, atau jika membeli pun dalam jumlah yang sangat terbatas.
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), David E Sumual, mengungkapkan bahwa hingga kini, belum terlihat tanda-tanda pemulihan dalam konsumsi masyarakat menengah ke atas, yang berkontribusi hingga 70 persen terhadap total konsumsi.
"Secara keseluruhan, konsumen menengah atas, yang biasanya membeli barang-barang tahan lama seperti mobil, furnitur, dan barang-barang mewah, masih enggan berbelanja," tuturnya dalam acara Editor Gathering Bank Indonesia pada Jumat (18/7/2025).
Lebih lanjut, David mencatat bahwa perjalanan wisata dan dinas ke Jakarta juga mengalami penurunan.
"Dulu, pengunjung dari daerah seperti Surabaya atau Papua sering kali berbelanja di mal. Sekarang, orang Jakarta lebih sering datang untuk mencari diskon atau sekadar makan," jelasnya.
Lalu, ke mana perginya uang masyarakat menengah ke atas?
David menjelaskan bahwa banyak dari mereka yang lebih memilih untuk menginvestasikan dana mereka dalam bentuk deposito, saham, atau emas, alih-alih berbelanja.
"Saat ini, instrumen investasi menarik perhatian mereka, sehingga mereka lebih fokus ke arah itu," ungkapnya.
Di sisi lain, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memberikan pandangan berbeda mengenai fenomena rojali ini.
Direktur Bina Usaha Perdagangan Kemendag, Septo Soepriyatno, menegaskan bahwa hal ini tidak mencerminkan penurunan daya beli, melainkan menunjukkan perubahan pola konsumsi masyarakat yang menjadikan mal sebagai tempat rekreasi.
"Kami melihat bahwa masyarakat kini tidak hanya berbelanja, tetapi juga menggunakan mal sebagai ruang publik. Ini adalah sinyal positif bagi sektor ritel untuk beradaptasi dan melakukan transformasi, terutama dengan menekankan pada produk gaya hidup dan sektor makanan dan minuman," ujarnya.
Septo menambahkan bahwa perubahan ini menunjukkan keberhasilan transformasi ritel menuju model bisnis yang lebih fleksibel dan terintegrasi secara digital.
Masyarakat mulai kembali memenuhi pusat perbelanjaan, menandakan adanya harapan baru bagi industri ritel di tengah perubahan kebiasaan belanja yang terjadi.
Selain itu, David juga melihat perjalanan wisata maupun dinas dari beberapa wilayah ke Jakarta berkurang dalam beberapa waktu terakhir.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul " "