Kanker Ovarium Jadi Silent Killer yang Sering Disangka Maag, Ini Kata Dokter

Di tengah meningkatnya kepedulian terhadap kanker payudara dan kanker serviks, kanker ovarium kerap luput dari perhatian. Padahal penyakit ini termasuk jenis kanker ginekologi yang paling mematikan bagi perempuan.
Menurut dokter spesialis obstetri dan ginekologi konsultan onkologi, dr. Muhammad Yusuf, Sp.OG (K) Onk, kanker ovarium sering dijuluki silent killer karena gejalanya yang samar dan sering disalahartikan sebagai gangguan pencernaan biasa.
"Kanker ovarium itu cepat meninggalnya. Hari ini didiagnosis, dalam tiga tahun ke depan peluang hidupnya hanya sekitar 25 persen," ujar Yusuf dalam acara "Kanker Ovarium: Bahaya Tersembunyi yang Harus Diwaspadai" oleh AstraZeneca di Penang Bistro, Jakarta Selatan, Kamis (24/7/2025).
Kanker ovarium berbeda dengan kanker serviks yang lebih mudah terdeteksi, serta cenderung memiliki tingkat keberhasilan pengobatan yang lebih tinggi.
"Indonesia termasuk dalam 10 negara dengan jumlah kasus kanker ovarium tertinggi di dunia, dengan 15.130 kasus baru setiap tahunnya," tambahnya.
Angka tersebut mencerminkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap penyakit ini masih sangat rendah, serta terbatasnya edukasi terkait faktor risikonya.
Mengenal kanker ovarium
Gejala kanker ovarium sering tidak khas
dr. Muhammad Yusuf, Sp.OG (K) Onk, dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi, Konsultan Onkologi, memaparkan sejumlah fakta seputar kanker ovarium yang diselenggarakan oleh AstraZeneca, di Penang Bistro, Jakarta, pada Kamis (24/7/2025).
Gejala kanker ovarium sering kali tidak khas. Pasien biasanya datang dengan keluhan, seperti kembung berkepanjangan, nyeri panggul, perut terasa penuh meski makan sedikit, sering buang air kecil, cepat lelah, dan berat badan turun drastis.
"Sembilan dari sepuluh pasien kanker ovarium akan menunjukkan salah satu atau beberapa dari gejala ini, tapi sering terlambat disadari karena dianggap sakit maag atau gangguan pencernaan," jelas Yusuf.
Ia menambahkan, kanker ovarium biasanya baru terdeteksi saat sudah memasuki stadium lanjut.
"Progresnya itu bisa dalam hitungan minggu. Kita sering temukan, awalnya hanya merasa kembung biasa, beberapa bulan kemudian perut penuh cairan dan sudah stadium lanjut," tuturnya.
Faktor risiko kanker ovarium
Terdapat beberapa faktor risiko kanker ovarium, antara lain bila berusia di atas 50 tahun, dan punya riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium.
Faktor risiko lainnya, di antaranya mengalami menstruasi dini, mengalami menopause terlambat, tidak pernah hamil, dan obesitas.
"Semakin lama seorang perempuan terpapar hormon estrogen, entah karena menstruasi lebih awal atau menopause lebih lambat, semakin tinggi risikonya terkena kanker ovarium," kata Yusuf.
Kanker ovarium bisa dideteksi dini?
Gejala kanker ovarium sering kali tidak khas. Pasien biasanya datang dengan keluhan yang sering disangka maag biasa. Ini penjelasan dokter.
Sayangnya, tidak seperti kanker serviks atau kanker payudara, hingga saat ini belum ada metode skrining yang benar-benar akurat untuk mendeteksi kanker ovarium sejak dini.
"USG (ultrasonografi) tiap hari pun tidak menjamin kita bisa mendeteksi lebih awal. Itulah problem (masalah) besar dari kanker ovarium," katanya.
Pemeriksaan tes darah CA-125 atau pemeriksaan seperti transvaginal ultrasound dapat menjadi opsi pendukung dalam upaya deteksi dini.
Adapun transvaginal ultrasound adalah alat yang menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambar rahim, tuba fallopi, dan ovarium yang dimasukkan ke dalam vagina.
Tak hanya itu, penelusuran genetik seperti BRCA dan HRD baru dilakukan jika ada kecurigaan atau faktor risiko tinggi, seperti riwayat kanker dalam keluarga.
"Setelah operasi dan kemoterapi, biasanya pasien merasa sudah sembuh. Padahal tiga tahun ke depan 70 persen dari mereka akan relapse (kambuh)," jelas Yusuf.
"Kalau sudah relapse, kemoterapi biasanya tidak mempan lagi. Kita hanya bisa membantu mempertahankan kualitas hidup pasien," tambahnya.
Edukasi penting tentang kanker ovarium
Untuk itu, Yusuf mengingatkan pentingnya edukasi masyarakat tentang gejala awal dan risiko kanker ovarium.
Lebih lanjut, ia menekankan perlunya upaya kolaboratif antara tenaga medis dan masyarakat untuk mengenali bahaya kanker ovarium lebih awal.
Meski deteksi dini masih menjadi tantangan, meningkatkan kewaspadaan terhadap gejala ringan bisa menjadi kunci mempercepat diagnosis dan menurunkan angka kematian.
"Kalau ada keluhan seperti perut kembung terus menerus, nyeri panggul, cepat merasa kenyang, dan tidak membaik dengan pengobatan biasa, segera konsultasikan ke dokter. Jangan tunggu satu tahun," tutupnya.