Ribuan Malware Mengintai, Inilah 3 'Dosa' Fatal yang Bikin Data Anda Ludes!

Ancaman serangan siber di Indonesia meningkat drastis, namun kesadaran akan perlindungan aset digital di kalangan pemerintah daerah, instansi, dan individu masih sangat rendah. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat lebih dari 6,8 miliar anomali trafik di ruang siber nasional dari Januari 2020 hingga Juni 2025, didominasi oleh infeksi malware.
"Kurangnya pemahaman dan respons terhadap ancaman ini menjadi tantangan tersendiri bagi penguatan sistem pertahanan siber nasional," jelas Deputi III BSSN, Sulistyo, Selasa (29/7).
Ia mengilustrasikan sistem elektronik seperti rumah yang membutuhkan perlindungan menyeluruh. Dalam dunia digital, penting untuk mengidentifikasi secara pasti aset digital yang dimiliki (perangkat keras, perangkat lunak, sumber daya manusia) agar perlindungan dapat dirancang dengan tepat.
BSSN menemukan tiga penyebab utama insiden malware: penggunaan perangkat lunak bajakan, lisensi perangkat lunak yang tidak diperpanjang, dan tidak adanya antivirus aktif. Sulistyo menyoroti bahwa banyak pihak masih menggunakan perangkat lunak ilegal atau tidak memperbarui lisensinya, yang membuat sistem rentan terhadap serangan.
Meskipun BSSN sering mengirimkan notifikasi potensi serangan siber, hanya sekitar 27-29 persen instansi atau organisasi yang menanggapi laporan tersebut. Sulistyo menegaskan bahwa ini bukan hanya masalah teknis, melainkan masalah kesadaran dan tanggung jawab, mengingat data yang dikelola adalah milik masyarakat.
Membangun keamanan siber adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya pemerintah pusat atau BSSN. Setiap instansi disarankan untuk melakukan tiga langkah kunci yakni identifikasi aset digital, proteksi sistem dengan perangkat legal dan antivirus, serta deteksi dan pantau anomali secara berkala.
"Jika instansi menerima notifikasi dari Kominfo atau BSSN terkait malware pada sistem atau IP tertentu, disarankan untuk segera merespons, melakukan validasi, dan mengambil langkah korektif," tambahnya.