Legislator Ini Ungkap Kelemahan Fatal KUHAP yang Bikin Geleng-Geleng Kepala!

Anggota Komisi III DPR RI, Safaruddin, menegaskan pentingnya pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) agar relevan dengan dinamika zaman, terutama dalam menghadapi perkembangan teknologi dan memastikan perlindungan hukum yang komprehensif.
Pernyataan ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III yang melibatkan akademisi Program Pascasarjana Universitas Borobudur dan Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia. RDPU ini bertujuan menyerap berbagai masukan untuk revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHAP.
"KUHAP telah berlaku sejak tahun 1981. Seiring waktu, banyak kelemahan terungkap, khususnya terkait alat bukti dan pemanfaatan teknologi. Oleh karena itu, kami terus menerima masukan dari berbagai pihak untuk menyempurnakannya," ujar Safaruddin dalam keterangannya, Kamis (19/6).
Safaruddin juga menyoroti perlunya revitalisasi peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), yang kini diharapkan melibatkan unsur advokat dan akademisi. Ia berharap revisi KUHAP mampu melahirkan regulasi yang lebih responsif dan berpihak pada keadilan masyarakat.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya mengikis ego sektoral di antara para penegak hukum. Safaruddin mendorong sinergi antara penyidik, penuntut umum, dan hakim demi terwujudnya sistem peradilan yang lebih adil dan seimbang.
"Diharapkan ada sinergitas antara aparat penegak hukum, sehingga masyarakat yang didampingi advokat juga memperoleh perlindungan yang seimbang," jelasnya.
Menutup pernyataannya, Safaruddin menginformasikan bahwa proses revisi KUHAP masih dalam tahap pengumpulan aspirasi dari beragam elemen masyarakat. "Ini masih dalam tahap penyaringan berbagai masukan. Semoga nanti hasilnya benar-benar bisa menyempurnakan KUHAP," pungkasnya.