Dari Bensin ke Listrik: Strategi Multipathways Toyota yang Ideal

kendaraan rendah emisi, Pendekatan Multipathways, infrastruktur energi bersih, Pendekatan multipathways, transisi energi, Transisi Energi, Infrastruktur energi bersih, Dari Bensin ke Listrik: Strategi Multipathways Toyota yang Ideal, Apa yang Menjadi Fokus dalam Pendekatan Multipathways?, Mengapa Emisi Kendaraan Perlu Dihitung Secara Keseluruhan?, Bagaimana Pendekatan Multipathways Menjawab Tantangan Ekonomi?, Apa Tantangan yang Dihadapi dalam Industri dan Pendidikan?, Kesimpulan: Mengapa Multipathways adalah Solusi Ideal untuk Indonesia?

Transisi menuju kendaraan rendah emisi tidak dapat ditempuh dengan satu solusi tunggal.

Di negara berkembang seperti Indonesia, pendekatan bertahap dengan menerapkan berbagai teknologi atau dikenal sebagai multipathways dianggap lebih realistis dan efektif untuk menjembatani peralihan dari kendaraan berbahan bakar bensin menuju kendaraan elektrifikasi.

Hal ini disampaikan oleh Deputy CEO Asian Region Toyota Motor Corporation, Hao Tien, dalam diskusi pada Gaikindo International Automotive Conference (GIAC) yang berlangsung di GIIAS 2025 di Tangerang.

kendaraan rendah emisi, Pendekatan Multipathways, infrastruktur energi bersih, Pendekatan multipathways, transisi energi, Transisi Energi, Infrastruktur energi bersih, Dari Bensin ke Listrik: Strategi Multipathways Toyota yang Ideal, Apa yang Menjadi Fokus dalam Pendekatan Multipathways?, Mengapa Emisi Kendaraan Perlu Dihitung Secara Keseluruhan?, Bagaimana Pendekatan Multipathways Menjawab Tantangan Ekonomi?, Apa Tantangan yang Dihadapi dalam Industri dan Pendidikan?, Kesimpulan: Mengapa Multipathways adalah Solusi Ideal untuk Indonesia?

Ilustrasi mobil listrik.

Apa yang Menjadi Fokus dalam Pendekatan Multipathways?

Hao menyatakan bahwa dalam memilih solusi elektrifikasi yang tepat bagi masyarakat, ada tiga aspek utama yang perlu diperhatikan: pertama, dampak emisi yang sebenarnya; kedua, dampak ekonomi dalam transisi; dan ketiga, penerimaan pelanggan terhadap teknologi tersebut.

Strategi multipathways mencakup pengembangan berbagai jenis kendaraan elektrifikasi, mulai dari hybrid (HEV), plug-in hybrid (PHEV), battery electric vehicle (BEV), hingga kendaraan berbahan bakar hidrogen (FCEV).

Pendekatan ini dinilai lebih inklusif karena mempertimbangkan kesiapan negara dalam infrastruktur energi bersih serta biaya kepemilikan konsumen.

Misalnya, di Thailand, kombinasi teknologi hybrid dengan bioetanol (E85) menghasilkan emisi yang lebih rendah dibandingkan dengan kendaraan listrik murni (BEV).

Ini menunjukkan bahwa teknologi kendaraan rendah emisi harus disesuaikan dengan konteks energi lokal.

Mengapa Emisi Kendaraan Perlu Dihitung Secara Keseluruhan?

Hao juga menekankan bahwa perhitungan total emisi kendaraan tidak dapat mengacu hanya pada gas buang dari knalpot (tank to wheel).

Proses produksi energi (well to tank) dan proses manufaktur kendaraan itu sendiri juga harus diperhitungkan. "Total emisi kendaraan harus dilihat sebagai satu kesatuan. Ini akan berbeda di tiap negara tergantung pada sumber energinya," ujarnya.

Di Indonesia, teknologi hybrid dinilai sebagai solusi transisi yang lebih tepat saat ini, sambil terus mengembangkan infrastruktur dan teknologi energi bersih.

kendaraan rendah emisi, Pendekatan Multipathways, infrastruktur energi bersih, Pendekatan multipathways, transisi energi, Transisi Energi, Infrastruktur energi bersih, Dari Bensin ke Listrik: Strategi Multipathways Toyota yang Ideal, Apa yang Menjadi Fokus dalam Pendekatan Multipathways?, Mengapa Emisi Kendaraan Perlu Dihitung Secara Keseluruhan?, Bagaimana Pendekatan Multipathways Menjawab Tantangan Ekonomi?, Apa Tantangan yang Dihadapi dalam Industri dan Pendidikan?, Kesimpulan: Mengapa Multipathways adalah Solusi Ideal untuk Indonesia?

Diskusi Gaikindo International Automotive Conference (GIAC) yang digelar di sela-sela pameran GIIAS 2025, ICE BSD, Tangerang, Selasa (29/7/2025).

Toyota mencatat bahwa ekosistem industri otomotif nasional telah menyerap lebih dari 300.000 tenaga kerja, termasuk dalam lini produksi kendaraan hybrid yang diekspor ke hampir 50 negara.

Hal ini menunjukkan bahwa industri otomotif di Indonesia memiliki kekuatan yang signifikan yang tidak boleh hilang.

Bagaimana Pendekatan Multipathways Menjawab Tantangan Ekonomi?

Pendekatan multipathways juga sejalan dengan prinsip transisi energi yang adil.

Head of Green Economy and Climate Research Group, LPEM FEB UI, Alin Halimatussadiah, mengungkapkan bahwa strategi elektrifikasi harus mempertimbangkan distribusi manfaat dan beban antarwilayah dan kelompok masyarakat.

Saat ini, kesiapan infrastruktur pengisian daya, distribusi listrik, dan keterjangkauan teknologi EV masih belum merata, sehingga pendekatan fleksibel seperti multipathways menjadi penting.

Di sisi lain, insentif untuk BEV yang terlalu agresif dapat menciptakan distorsi, dan industri kendaraan bermesin pembakaran dalam (Internal Combustion Engine/ICE) berisiko kehilangan daya saing dan keberlanjutan jika tidak dilibatkan dalam proses transisi. "Transisi menuju EV tidak bisa hanya soal emisi. Kita juga harus menjaga keberlanjutan ekonomi," jelas Alin.

Apa Tantangan yang Dihadapi dalam Industri dan Pendidikan?

kendaraan rendah emisi, Pendekatan Multipathways, infrastruktur energi bersih, Pendekatan multipathways, transisi energi, Transisi Energi, Infrastruktur energi bersih, Dari Bensin ke Listrik: Strategi Multipathways Toyota yang Ideal, Apa yang Menjadi Fokus dalam Pendekatan Multipathways?, Mengapa Emisi Kendaraan Perlu Dihitung Secara Keseluruhan?, Bagaimana Pendekatan Multipathways Menjawab Tantangan Ekonomi?, Apa Tantangan yang Dihadapi dalam Industri dan Pendidikan?, Kesimpulan: Mengapa Multipathways adalah Solusi Ideal untuk Indonesia?

Presentasi Head of Green Economy and Climate Research Group, LPEM FEB UI di GIAC 2025

Tingkat kandungan lokal (local contain requirement/LCR) kendaraan listrik di Indonesia saat ini masih rendah.

LCR kendaraan ICE mencapai 85 persen, sementara BEV baru sekitar 40 persen.

Sebagian besar kendaraan listrik yang dijual di Indonesia masih mengandalkan komponen impor, khususnya untuk baterai.

Pemerintah menargetkan LCR kendaraan listrik mencapai 60 persen pada 2027, tetapi untuk mencapainya, ekosistem manufaktur baterai harus diperkuat.

Dari segi ketenagakerjaan, struktur kendaraan listrik yang lebih sederhana mengurangi kebutuhan teknisi mesin dan pekerja bengkel.

Namun, sistem pendidikan vokasi di Indonesia belum sepenuhnya siap menghadapi perubahan ini.

Banyak lulusan SMK masih didominasi keahlian mesin konvensional, sedangkan kendaraan listrik memerlukan keterampilan baru.

Alin menekankan bahwa transisi menuju EV harus memperhatikan keberlanjutan ekonomi, bukan hanya fokus pada emisi. "Jika pemain industri ICE tidak dilibatkan dalam proses transisi, maka risiko kehilangan jutaan pekerjaan menjadi nyata," ungkapnya.

kendaraan rendah emisi, Pendekatan Multipathways, infrastruktur energi bersih, Pendekatan multipathways, transisi energi, Transisi Energi, Infrastruktur energi bersih, Dari Bensin ke Listrik: Strategi Multipathways Toyota yang Ideal, Apa yang Menjadi Fokus dalam Pendekatan Multipathways?, Mengapa Emisi Kendaraan Perlu Dihitung Secara Keseluruhan?, Bagaimana Pendekatan Multipathways Menjawab Tantangan Ekonomi?, Apa Tantangan yang Dihadapi dalam Industri dan Pendidikan?, Kesimpulan: Mengapa Multipathways adalah Solusi Ideal untuk Indonesia?

Pabrik mobil Honda di Thailand

Kesimpulan: Mengapa Multipathways adalah Solusi Ideal untuk Indonesia?

Secara ekonomi, industri kendaraan listrik di Indonesia saat ini masih tertinggal jauh dari sektor ICE.

Produksi kendaraan listrik diperkirakan baru mencapai sekitar 600.000 unit per tahun, atau sekitar 60 persen dari produksi kendaraan konvensional yang telah menyentuh 1 juta unit.

Dari segi ketenagakerjaan, industri EV baru mampu menyerap sekitar 500.000 pekerja, hanya sepertiga dari kapasitas tenaga kerja kendaraan konvensional.

Melihat kompleksitas tantangan yang ada, strategi multipathways menjadi pilihan yang tepat.

Pendekatan ini memungkinkan transisi energi yang bertahap, realistis, dan lebih ramah terhadap ekosistem industri yang telah terbentuk.

Hao menyarankan bahwa insentif sebaiknya diberikan berdasarkan tingkat emisi kendaraan, bukan hanya jenis teknologinya.