AHY Sebut Penertiban ODOL Tidak Ganggu Ekonomi
Pemerintah terus menunjukan keseriusannya dalam menindak para pelaku truk Over Dimension Over Loading (ODOL) yang marak di Indonesia.
Keberadaan truk ODOL dinilai sangat merugikan. Sebab sering menjadi biar kerok kecelakaan fatal serta menimbulkan banyak korban jiwa.
Sehingga pemerintah bersama pihak lain harus bergerak memberantas penggunaan truk ODOL di Tanah Air.
“Lalu kerusakan jalan, puluhan triliun harus dikeluarkan setiap tahun untuk memperbaiki jalan-jalan yang hancur dan rusak akibat kendaraan kelebihan muatan,” ucap Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan di Antara, Rabu (13/08).

AHY mengaku kalau pemerintah telah berhitung dari berbagai sisi. Termasuk dampak kerugian ekonomi yang disebabkan oleh program Zero ODOL.
Hasilnya ditemukan bahwa penertiban ODOl tidak sampai menimbulkan kerugian terlalu besar di sektor ekonomi.
Sehingga pembantu Presiden Prabowo Subianto tersebut menilai motif ekonomi bukan menjadi alasan untuk mulai menertibkan truk yang kelebihan muatan.
“Yang jelas kami sudah mendapatkan sejumlah data bahwa ternyata tidak terlalu berpengaruh secara signifikan,” tutur AHY.
Sekadar mengingatkan, program Zero ODOL adalah kebijakan nasional bertujuan menghilangkan praktik transportasi logistik dengan muatan berlebih dan modifikasi dimensi yang tidak sesuai standar.
Kegiatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan keselamatan lalu lintas, melindungi infrastruktur jalan serta menciptakan persaingan usaha angkutan barang yang lebih sehat dan adil.
Sulitnya Berantas ODOL
Di sisi lain Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkapkan ada dua hal jadi penyebab truk ODOL sulit dibasmi keberadaannya.
“Pertama, tulang punggung sistem rantai pasok logistik kita itu keliru. 98 persen berbasis pada jalan, kita tidak menggunakan kereta, tidak menggunakan kapal penyeberangan memadai,” kata Ahmad Wildan, Senior Investigator KNKT dalam kesempatan berbeda.
Bahkan moda alternatif lain seperti kereta pun dinilai masih belum optimal. Sebab kereta barang masih mengandalkan trek sama dengan kereta penumpang.
Agar truk ODOL bisa dibasmi, rantai pasok logistik perlu memanfaatkan mode transportasi lain dan tidak hanya bergantung pada transportasi berbasis jalan saja.
“Kemudian yang kedua masalah tarif angkutan barang, ini bargaining-nya ada di tangan pemilik barang jadi agak susah mengendalikannya. Memang pemerintah harus melakukan intervensi di sini,” pungkas Wildan.
Tarif tersebut harusnya memungkinkan truk beroperasi membawa muatan sesuai kapasitas dan tetap menjamin kelangsungan usaha bagi perusahaan transportasi.