Perebutan Lahan Camp di Gunung Diduga Karena Jumlah Pendaki Melebihi Kuota

Fenomena perebutan lahan camp di gunung diduga karena jumlah pendaki yang melebih kuota pendakian yang telah ditetapkan.
Perlu adanya pengaturan kuota pendakian gunung terutama gunung-gunung di Pulau Jawa.
"Kalau saya lihat fenomena perebutan lahan camp ini kan terjadi semenjak kegiatan pendakian ini sudah sangat ramai ya terutama lokasi-lokasi popular yang dekat dengan kota-kota besar seperti di Jakarta khususnya di Pulau Jawa," kata praktisi pendakian gunung, Ade Wahyudi (38) atau akrab disapa Dewe saat dihubungi KompasTravel, Senin (2/6/2025) malam.
Menurut Dewe, perebutan lahan camp di gunung biasanya terjadi pada saat liburan panjang seperti long weekend dan libur-libur hari raya. Padahal, di setiap gunung ada kuota jumlah pendaki yang diperbolehkan untuk mendaki.
"Kuota pendakian itu kan setahu saya itu kan dihitung dari carrying capacity atau daya tampung dari suatu lokasi. Nah kalau penghitungan carrying capacity itu biasanya kan dihitung dengan jumlah pendakian yang naik disesuaikan dengan jumlah lahan camp yang tersedia maksimalnya berapa. Kemudian dengan sumber air, efek sampahnya, gangguannya terhadap satwa, flora fauna dan sebagainya," ujar Dewe.
Pria yang juga bekerja sebagai pemandu gunung bersertifikasi tersebut mengatakan, ada pelanggaran kuota pendakian di sejumlah gunung yang sangat ramai didaki oleh wisatawan.
Ia menyebut, ada banyak pendaki masuk dengan tiket pendakian yang tak resmi.
"Itu sudah rahasia umum, udah banyak yang terjadi di gunung di Indonesia khususnya gunung di Jawa," tambah Dewe.
Dewe menambahkan, efek dari kelebihan kapasitas yang terjadi berakibat tak kebagian lahan untuk camping. Dampak lain adalah para pendaki membuka lahan camp baru ketika tak mendapatkan lokasi kemah yang tentu merusak alam.
"Dan itu dengan cara kadang-kadang menebang pohon. Ini kan menebang pohon ini jelas-jelas sebenarnya melanggar aturan konservasi. Bahkan bisa dIdenda bahkan dipidana kalau pohonnya ukurannya besar atua pohon yang langka gitu ya," ujar Dewe.
"Walaupun tak menebang pohon, Ketika lahan itu digunakan berkali-kali untuk camping makin lama itu akan rusak juga. Kalaupun bentuknya rumput atau pohon perdu, Ketika sering dipakai akan sulit recovery dan jadi gundul," ujar Dewe.
Ia mengatakan, pihak pengelola pendakian gunung seharusnya menjalankan aturan kuota jumlah pendaki yang telah ditetapkan sehingga pendakian bisa tetap nyaman dan tetap sesuai kaidah konservasi.
Selain itu, pengelola pendakian gunung juga bisa menertibkan operator-operator pendakian yang menggunakan lahan camp yang cukup luas dan menyebabkan pendaki lain tak kebagian tempat kemah.
"Karena gimana pun kalau semuanya sesuai aturan, sesuai kuota kan lahan itu harusnya sih cukup ya," tambah Dewe.
Sementara itu, Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK) Kementerian Kehutanan, Nandang Pribadi mengajak seluruh pendaki, porter, pemandu, dan pengunjung untuk saling mengingatkan dan menegur bila melihat pelanggaran di gunung.
Kementerian Kehutanan selaku pengelola wisata pendakian di beberapa gunung di kawasan taman nasional menyadari adanya keterbatasan jumlah personel di lapangan.
Ia meminta seluruh pendaki, porter, pemandu, dan pengunjung untuk melaporkan adanya pelanggaran disertai bukti foto maupun video ke pos penjagaan atau lewat media sosial pengelola pendakian yang berada di bawah taman nasional jika memungkinkan.
"Kami akan menindaklanjuti dengan sanksi dan/atau denda sesuai peraturan. Upaya yang terus kami lakukan adalah patroli petugas, terutama saat masa liburan, pembinaan rutin bagi mitra dan penyelenggara open trip, travel operator, maupun base camp pendakian, sosialisasi etika pendakian dan SOP, dan penerapan sistem kuota yang ketat dan transparan," kata Nandang saat dikonfirmasi KompasTravel, Senin (2/6/2025) malam.
Menurut Nandang, kuota pendakian perlu untuk membatasi pendaki agar nyaman. Oleh karena itu, ada patroli petugas taman nasional dan para pihak lain untuk memastikan pendaki legal yang bisa mendaki gunung.
"Misalnya di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango beberapa waktu lalu kita patroli ada banyak pendaki yang kita minta turun," ujar Nandang.
Nandang menyebutkan, pihaknya sangat terbuka terhadap ide, masukan, dan saran konstruktif dari pendaki dan masyarakat. Ia pun tak lupa mengingatkan soal etika saat mendaki gunung.
"Etika adalah fondasi pendakian. Itu berlaku untuk siapa pun: pendaki mandiri, open trip, porter, pemandu, maupun penyelenggara. Jadilah pendaki yang cerdas dan bertanggung jawab. Bukan yang sekadar sampai puncak, tapi juga tahu cara menjaga ruang publik bernama alam," ujar Nandang.
Viral Medsos soal Booking Lahan Camp
Sebelumnya, ramai di media sosial (medsos) yang memperlihatkan salah seorang pendaki disuruh pindah area berkemah saat mendaki salah satu gunung di Indonesia, dengan alasan mendapati area perkemahan telah di-booking.
"Tadi kita udah pasang tenda di sini, terus katanya udah di-booking, terus kita diusir, dari tenda yang udah jadi di sini, pindah ke sebelah sini," kata pendaki tersebut dalam unggahan video pendek oleh akun instagram @luluvitaaasa_, dikutip, Senin (2/6/2025).
Dalam kolom komentarnya, ia menjelaskan bahwa saat itu mendirikan tenda di Pos Plawangan 2 Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat.
Ia mengaku sudah bertanya ke para porter pendaki yang berada di lokasi kemah. Namun, ia mengaku didatangi dan dimarahi oleh porter pendaki lain begitu tenda selesai didirikan.
"Ada porter lokal yang datang dan marahin kami suruh pindah, katanya lahan sudah dibooking sama temannya. Lalu tanpa debat panjang, saya dan teman-teman pindah cari tempat lain," tambahnya.
Di kolom komentar, para netizen juga ramai-ramai menyebut akun milik Tiga Dewa Adventure Indonesia. Mereka pun menghujat Tiga Dewa Adventure Indonesia.
"lawak lu @tigadewaadventureindonesia," tulis akun @apipsupriadi11.
"@tigadewaadventureindonesia gamau bikin klarifikasi????? lagian lu biar apasih begitu? ngerasa OT keren? KOCAKKK," tulis akun @ipandh93.
Dibantah Pemilik
Pemilik Tiga Dewa Adventure Indonesia, M. Rifqi Maulana (32) juga membantah tuduhan soal booking lahan camp hingga berujung pengusiran pendaki di gunung yang beredar luas di media sosial.
Rifqi menyebutkan, video-video yang menyudutkan Tiga Dewa Adventure Indonesia berlokasi di Gunung Slamet, Sumbing, Rinjani, dan Lawu.
"Jadi saya ingin hanya memberikan informasi klarifikasi saja seperti itu. Jadi supaya nanti berita-berita (yang) beredar tidak semakin liar. Jadi tidak ada dari Tiga Dewa pun, tidak ada kok yang sampai memonopoli atau memblokade atau sampai booking itu tidak ada sama sekali. Itu bisa dibuktikan kok," kata Rifqi saat dikonfirmasi KompasTravel, Senin (2/6/2025) malam.
Ia mengaku sudah berkomunikasi dengan pemilik-pemilik video yang diduga menyudutkan usaha operator wisata pendakian gunung miliknya.
Selain itu, Rifqi juga sudah melakukan investigasi dan evaluasi kinerja timnya saat memandu tamu mendaki gunung di berbagai daerah. Ia pun memastikan sistem dan kinerjanya timnya berjalan dengan baik, tak seperti yang dinarasikan di media sosial.
"Padahal dari berbagai macam video itu yang beredar, tidak ada kayak bendera yang misalnya kayak kita mengusir pendaki ataupun yang sebagainya. Jadi kita fair-fair-an saja gitu. Tapi memang apa ya teman-teman tuh khawatir gitu ketika kita tidak membuat suatu pernyataan atau suatu klarifikasi malah menjadi ke mana-mana," tambah Rifqi.