Mengapa Kita Tak Perlu Ikut Tren #MorningShed di TikTok

MorningShed, stiker bibir, ritual skincare, morningshed, Mengapa Kita Tak Perlu Ikut Tren #MorningShed di TikTok

Demi bangun tidur dengan kulit yang kenyal dan glowing, banyak perempuan yang punya ritual panjang menggunakan berbagai skincare dan produk lain sebelum tidur. Video ritual itu lalu dibagikan di media sosial, terutama Tiktok dengan tagar #MorningShed.

Tren itu viral di Tiktok. Di video kita bisa melihat para kreator konten terlihat sibuk mengoleskan berbagai lapisan skincare. Setelah itu, membuka masker lembaran: menempelkan dua di bawah mata, satu menutupi seluruh wajah, bahkan kadang ada tambahan untuk leher. 

Rambut lalu ditutup dengan bonnet sutra, dagu dililit strap khusus, dan sebagai sentuhan akhir, stiker bibir warna pink ditempel di mulut untuk menyegelnya rapat. Dan percaya atau tidak, itu baru versi “sederhananya”.

Fenomena kecantikan ini seolah ingin menunjukkan bahwa kita bisa tidur dalam keadaan "jelek" dan bangun dalam keadaan mulus dan fresh.

Pilih idol K-Pop/aktor K-Drama favoritmu & dapatkan Samsung Galaxy Fit3!
Kompas.id
MorningShed, stiker bibir, ritual skincare, morningshed, Mengapa Kita Tak Perlu Ikut Tren #MorningShed di TikTok

Ini bukan lagi soal mengoleskan serum dan esens ala rutinitas 12 langkah Korea yang dulu sempat hits. Sekarang, bahkan dijual strap untuk "mengencangkan" rahang, masker hidrogel dengan kolagen molekul super kecil yang diklaim cepat meresap ke lapisan kulit, sampai selotip yang ditempel di wajah untuk mencegah kerutan.

Menurut Dr. Anjali Mahto, konsultan dermatologis dan pendiri klinik Self London, tren #MorningShed sebenarnya tidak berdasar dalam ilmu perawatan kulit. 

"Ada tekanan yang semakin besar untuk mengkurasi setiap aspek kehidupan modern – untuk menghadirkan bukan hanya penampilan yang prima, tetapi juga proses yang prima," ujarnya. 

"Perawatan kulit pun tak luput dari perhatian, dan ritual malam hari yang semakin kompleks ini seringkali melampaui kebutuhan fisiologis kulit, dan justru mencerminkan tuntutan terhadap kesempurnaan terhadap orang muda," lanjutnya.

Sebenarnya pasti agak merepotkan bagi para remaja ini untuk memastikan posisi tidur mereka tetap terlentang sehingga semua masker hingga selotip tetap ditempatnya semalaman, kemudian bangun dan melakukan proses "pergantian" di pagi hari. Dan semakin berat rutinitasnya, semakin banyak pula tayangan videonya.

Seperti yang dinyatakan oleh kreator TikTok, Ashley West, kepada 1 juta pengikutnya: "Semakin jelek kamu tidur, semakin cantik saat bangun" – sebuah "afirmasi" yang sangat populer untuk tren ini.

MorningShed, stiker bibir, ritual skincare, morningshed, Mengapa Kita Tak Perlu Ikut Tren #MorningShed di TikTok

Kreator konten kecantikan yang membuat konten #MorningShed di TikTok.

Bagaimana pengaruhnya

Apakah semua upaya ini benar-benar membuahkan hasil? Ambil contoh face taping, sebuah praktik yang menggunakan kinesiology tape (plester medis) untuk membatasi gerakan otot dan mencegah pembentukan garis-garis di area-area penting seperti di antara alis yang disebut sebagai 11 garis, sudut luar mata, serta di antara hidung dan mulut. 

Secara teori, hal ini terdengar agak masuk akal, tetapi Dr.Mahto menjelaskan bahwa mekanisme penuaan jauh lebih kompleks. 

"Kerutan bukan hanya tentang gerakan, tetapi juga melibatkan hilangnya kolagen hingga perubahan distribusi lemak. Taping tidak dapat membalikkan atau mencegah proses-proses tersebut," paparnya.

Pemakaian plester di area wajah justru dapat mengiritasi kulit, terutama jika diaplikasikan berulang kali. 

"Paling banter, ini memberikan rasa kontrol sementara. Paling buruk, ini merusak lapisan pelindung dan menyebabkan peradangan yang tidak perlu," katanya.

Dokter kulit juga tak merekomendasikan masker gel kolagen sekali pakai, yang tampak putih buram saat diaplikasikan tetapi transparan di pagi hari, ketika bahan-bahannya dikatakan telah terserap ke dalam kulit.

"Tidak hanya ada dampak lingkungan, tetapi juga tidak ada bukti kuat bahwa penggunaan kolagen topikal dapat mengisi kembali cadangan kolagen tubuh," kata konsultan dermatologis Dr. Cristina Psomadakis. 

Ia juga mengkritik pemakaian berbagai jenis serum, asam, dan bahan aktif kuat lainnya.

"Saya rasa sebagian besar dermatologis sependapat bahwa masalah terbesar yang mereka lihat adalah orang-orang yang berlebihan mengikuti tren kulit, atau menggunakan produk berlapis yang seharusnya tidak dicampur," katanya.

Dalam banyak hal, sudah menjadi sifat manusia untuk tertarik pada produk dan ritual yang diiklankan bisa memberi efek transformatif instan. Industri skincare memang sedang booming. 

Namun, seperti biasa, pendekatan "less-is-more" dianggap membosankan walau  pada akhirnya itulah yang benar-benar berhasil. 

"Hal terbaik yang bisa kita lakukan di malam hari adalah membersihkan sisa-sisa produk, termasuk tabir surya wajah, atau makeup yang dapat menyumbat pori-pori Anda," kata Psomadakis. 

"Kebanyakan dokter kulit memiliki rutinitas perawatan kulit yang sangat sederhana, terdiri dari pembersih, pelembap, tabir surya, dan biasanya perawatan resep di malam hari."

Ironisnya, salah satu hal terbaik yang bisa dilakukan untuk memiliki kulit sehat adalah berhenti menonton TikTok sampai larut malam dan tidur cukup.