DPR Pastikan Pasal Penyadapan di RUU KUHAP Dihapus

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP kini tengah dalam proses pembahasan di Komisi III DPR RI, sebagai RUU prioritas 2025 dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman memastikan, pasal soal penyadapan di dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hukum Acara Pidana alias KUHAP dihapus secara keseluruhan. Hal-hal terkait penyadapan akan diatur di dalam undang-undang lain di luar KUHAP.
"Pokoknya penyadapan itu diaturnya semuanya di Undang-Undang baru," kata Habiburokhman di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (15/7).
Adapun mekanisme penyadapan sebelumnya tercantum dalam Pasal 124 yang menjadi Bagian Keenam pada RUU KUHAP.
Pasal tersebut terdiri dari 6 ayat, yang salah satunya pada ayat 2 menyebutkan bahwa penyadapan harus mendapat izin dari pengadilan negeri.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menilai bahwa pasal itu tidak sinkron dengan mekanisme kerja penyadapan dan penyelidik di lembaga antirasuah tersebut.
"Penyadapan misalnya, dalam RUU KUHAP disebutkan penyadapan dimulai pada saat penyidikan dan melalui izin pengadilan daerah setempat ya. Namun, penyadapan yang dilakukan oleh KPK selama ini telah dimulai sejak tahap penyelidikan, dan tanpa izin pengadilan negeri atau pengadilan tinggi di daerah setempat,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (14/7).
Personel KPK tetap melaporkan upaya penyadapan kepada Dewan Pengawas. Kemudian penyadapan yang telah dilakukan akan diaudit.
"Jadi, penyadapan ini dipastikan memang betul-betul untuk mendukung penanganan perkara di KPK," katanya. (*)