Ketua Komisi III Ungkap RUU KUHAP Bisa Batal, Korban Lama Akan Berjatuhan Lagi?

Ketua Komisi III Ungkap RUU KUHAP Bisa Batal, Korban Lama Akan Berjatuhan Lagi?

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyatakan bahwa Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) sudah memasuki tahap lanjut di Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi (Timus Timsin) Komisi III.

Meskipun prosesnya telah berjalan transparan dan substansial, ia mengakui adanya kemungkinan RUU ini batal disahkan jika ada tekanan politik dari kelompok penolak yang berhasil memengaruhi keputusan partai politik.

"Jika kelompok penolak berhasil meyakinkan pimpinan partai politik untuk menarik dukungan, RUU KUHAP ini bisa saja gagal disahkan. Namun, jika itu terjadi, kita akan terus melihat korban-korban KUHAP 1981 berjatuhan," ujar Habiburokhman dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/7).

Ia menegaskan bahwa KUHAP yang berlaku saat ini sudah usang dan justru menghambat terwujudnya keadilan. Oleh karena itu, penggantian KUHAP 1981 dinilai sebagai kebutuhan mendesak yang tidak bisa ditunda lagi.

Habiburokhman menjelaskan, pembahasan RUU KUHAP di Timus Timsin kini fokus pada penyelarasan redaksional pasal-pasal yang sebelumnya telah disepakati dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Setelah tahapan teknis ini selesai, hasilnya akan dikaji oleh anggota Komisi III di Timus Timsin sebelum dikembalikan ke Panitia Kerja (Panja) untuk pengambilan keputusan tingkat pertama.

"Secara teknis, keputusan di Komisi III memang belum final karena Paripurna masih bisa mengubahnya. Namun, kami memastikan seluruh tahapan pembahasan dilakukan secara terbuka, disiarkan langsung, dan dapat diakses publik," ungkap Politisi Fraksi Partai Gerindra ini.

RUU KUHAP sendiri membawa banyak pembaruan progresif, seperti penguatan hak-hak warga negara dalam proses hukum, peningkatan peran advokat, reformasi syarat dan sistem penahanan, serta pengintegrasian prinsip keadilan restoratif.

Meskipun demikian, ia juga mengakui adanya kritik mengenai partisipasi publik yang dinilai belum optimal dalam penyusunan RUU ini. Menanggapi hal tersebut, Habiburokhman menyatakan bahwa pihaknya telah berupaya maksimal untuk menampung aspirasi masyarakat dan kelompok ahli.

"Penting digarisbawahi, menyerap semua aspirasi itu mustahil karena pandangan antar masyarakat pun tidak seragam. Bahkan, sebagai Ketua Komisi III, tidak semua pandangan saya bisa terakomodasi," ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa jika pengesahan kembali gagal seperti pada tahun 2012, Indonesia bisa saja harus menunggu lebih dari satu dekade lagi untuk memiliki KUHAP baru. "Pengalaman 2012 menunjukkan, jika gagal sekarang, kita bisa menunggu 12 tahun lagi. Padahal saat ini kita sudah memiliki draf KUHAP yang sangat progresif dan berkualitas," pungkasnya.