Dulu Ini Sekolahnya Atlet hingga Gubernur, Kini Hanya Nadif Sendirian di Kelas

Gedung Yayasan Persatuan Perguruan Tamansiswa Cabang Bandung masih berdiri kokoh di tengah hiruk-pikuk Kota Bandung.
Meski tampak kusam, cat terkelupas dan jendela-jendela berdebu, bangunan itu menyimpan sejarah panjang pendidikan di Indonesia.
Namun hari ini, suasana di sekolah itu jauh dari semarak. Tak terdengar gelak tawa siswa, tak tampak anak-anak berseragam berlarian di halaman. Hanya satu siswa yang kini masih setia belajar di sana.
Pagi Jumat (25/7/2025), sekolah itu sunyi. Tak ada langkah kaki menuju ruang kelas, kantin lengang, lapangan sepak bola dan basket pun terlihat tak terawat, garis-garisnya memudar tertelan waktu.
Taman Siswa Bandung yang terletak di Jalan Talaga Bodas menaungi tiga jenjang pendidikan: SMP, SMK, dan SMA. Tapi tahun ajaran 2025/2026 mencatat jumlah siswa baru yang memprihatinkan. SMK tak mendapat siswa sama sekali, SMP hanya enam orang, dan di SMA hanya satu orang yang mendaftar: Nadif Alfarizi (16).
Sendirian di Kelas, Semangat Nadif Tak Luntur
Setiap hari, Nadif menjalani proses belajar seorang diri bersama seorang guru. Tanpa teman sekelas, tanpa keramaian khas masa SMA, namun semangatnya tetap menyala.
"Sudah seminggu belajar, sendiri saja di kelas. Paling mainnya sama kakak tingkat. Jadi pada kenal," ujar Nadif.
Meski sendiri, ia justru merasa lebih nyaman dan leluasa bertanya saat tidak paham pelajaran.
"Kalau belajar lebih fokus, lebih nyaman, kalau kurang ngerti tinggal nanya saja enggak malu. Kalau banyak mah suka malu sama teman-teman," katanya.
Nadif adalah lulusan SMP Negeri 31 Bandung. Ia sempat mencoba jalur prestasi ke beberapa SMA Negeri di Bandung, namun akhirnya menjatuhkan pilihan ke Tamansiswa.
"Kalau tinggal, daerah Kiaracondong. Memang pilihan saya, karena ini sekolah para atlet juga, saya ingin jadi atlet," ujarnya.
Saat mendaftar, Nadif sempat memiliki harapan karena tahu ada enam siswa lain yang mendaftar. Tapi kenyataannya, hanya dirinya yang bertahan.
"Baru tahu pas masuk. Waktu daftar setahu saya ada tujuh. Orang tua nawarin mau pindah enggak. Katanya, 'Sanggup tidak sendirian?', tapi saya enggak mau pindah," katanya.
Motivasi Nadif: Sekolah Ini Pernah Lahirkan Juara
Bukan tanpa alasan Nadif tetap bertahan. Ia menaruh harapan besar karena Tamansiswa dikenal sebagai tempat lahirnya para atlet ternama.
"Saya di bidang bela diri, tarung derajat. Dari SD sudah ikut tarung derajat. Sekarang lagi persiapan BK Porda sama Popda, ikut kontingen Kota Cimahi. Alhamdulillah lolos untuk BK Porda itu, sekarang masuk seleksi tim," tuturnya penuh semangat.
Dulu Sekolah Favorit Atlet dan Pemimpin
Tamansiswa Bandung bukan sekadar sekolah biasa. Sejak didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada 1922, sekolah ini pernah mengalami masa kejayaan, terutama pada era 1980-an. Kala itu, Tamansiswa dikenal luas sebagai sekolah atlet.
Ketua Bidang Organisasi dan Panitera Yayasan Tamansiswa Bandung, Anwar Hadjah, mengungkapkan penurunan minat terjadi sejak kebijakan zonasi diberlakukan pada 2012.
"Tiap tahun memang mengalami penurunan terutama sejak berlakunya zonasi," katanya saat ditemui di sekolah.
Tokoh besar seperti pebulu tangkis Taufik Hidayat, yang kini menjadi Wakil Menteri Pemuda dan Olahraga, serta mantan pemain Persib Bandung, Atep dan Eka Ramdani, adalah lulusan sekolah ini.
"Terakhir itu ada Fikri yang bermain di All England. Dulu malah pelopor sekolah atlet itu Tamansiswa zaman kejayaannya itu ya, memang sekitar tahun 80 sampai 2010 lah ya," ujar Anwar.
Bahkan, dua mantan Gubernur Jawa Barat, Sanusi Hardjadinata dan Aang Kunafi, juga pernah belajar di sini. Gedung-gedung sekolah ini pun dibangun atas kontribusi Aang Kunafi dan Ahmad Heryawan.
Hanya 23 Siswa, Tapi Proses Belajar Tetap Jalan
Kini, SMA Tamansiswa hanya memiliki 23 siswa aktif. Jumlah itu termasuk Nadif sebagai satu-satunya siswa baru di tahun ajaran 2025/2026.
"SMP sekitar itu juga. Tahun kemarin itu sekitar 12 orang," tambah Anwar.
Meski hanya memiliki satu siswa baru, pihak sekolah tidak menghentikan kegiatan belajar-mengajar. Anwar menegaskan, tanggung jawab untuk mendidik tetap dijalankan.
"Kita kan harus bertanggung jawab. Jadi tetap dilakukan (proses pengajaran), gurunya juga semangat. Siswa walaupun satu tapi dia semangat untuk terus belajar," ucapnya.
Ia pun berharap pemerintah bisa memberikan perhatian lebih kepada sekolah swasta, agar sekolah-sekolah bersejarah seperti Tamansiswa bisa kembali diminati.
"Sekolah swasta itu adalah mitra, bukan kompetitor. Jadi, harus ada kebijakan yang berpihak kepada sekolah-sekolah swasta. Nah, sekolah swasta itu sudah berjuang sejak zaman penjajahan," katanya.
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Jadi Tempat Wamenpora hingga Gubernur Jabar Timba Ilmu, SMA Taman Siswa Bandung Kini Menyedihkan
Sebagian tayang dengan judul Cerita Nadif Jalani Hari-hari Sunyi, Satu-satunya Siswa Baru di SMA Tamansiswa Bandung