Larang Foto Pejabat di Baliho, Gubernur Lampung Atur Ulang Publikasi Kini Fokus pada Informasi Publik

Mulai 24 Juli 2025, Pemerintah Provinsi Lampung menerapkan aturan pembatasan penggunaan foto Gubernur, Wakil Gubernur, dan Sekretaris Daerah (Sekda) dalam publikasi media luar ruang. Aturan ini mencakup berbagai bentuk reklame pemerintah, seperti baliho, billboard, videotron, megatron, dan media luar ruang lainnya.
Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 000.9.3.3/6674/SJ tentang Penataan dan Pemberian Izin Pemasangan Reklame.
Dalam surat tersebut, ditegaskan pentingnya larangan foto pejabat menciptakan tata kelola komunikasi publik yang profesional, efisien, netral, dan berorientasi pada pelayanan informasi kepada masyarakat.
Sebagai bentuk implementasi di daerah, Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal turut mengeluarkan Surat Edaran Nomor 131 Tahun 2025 tentang Pembatasan Penggunaan Foto Pimpinan Daerah dalam Publikasi Media Luar Ruang di Provinsi Lampung. Edaran ini mengikat seluruh Perangkat Daerah dan mitra kerja mereka dalam hal publikasi di media luar ruang.
Apa Saja Bentuk Pembatasan Baliho Pejabat yang Diberlakukan?
Pemerintah Provinsi Lampung menyampaikan bahwa setiap bentuk reklame yang diterbitkan oleh Perangkat Daerah maupun mitra kerjanya harus mematuhi ketentuan baru, yaitu:
- Tidak mencantumkan foto pimpinan daerah, baik Gubernur, Wakil Gubernur, maupun Sekretaris Daerah.
- Mengganti foto pimpinan daerah dengan logo resmi Pemerintah Provinsi Lampung.
- Fokus pada substansi informasi, seperti program prioritas pemerintah, capaian kinerja, dan layanan publik yang ditawarkan.
Jenis media yang diatur meliputi reklame pmerintah statis maupun dinamis, termasuk billboard, LED display, reklame kain, reklame pada kendaraan, selebaran, hingga media suara dan peragaan.
Mengapa Foto Pimpinan Diganti dengan Logo Provinsi?
Penggantian ini bertujuan untuk memastikan netralitas birokrasi dan menghindari kesan politisasi informasi publik.
Dengan tidak mencantumkan foto pimpinan, pemerintah ingin mengarahkan fokus komunikasi pada substansi informasi yang disampaikan.
Langkah ini juga dimaksudkan untuk menghindari personifikasi informasi pemerintah. Dalam banyak kasus, publikasi program atau capaian kinerja pemerintah kerap disertai dengan potret pejabat, yang berpotensi digunakan sebagai ajang pencitraan. Dengan menggantinya dengan logo resmi, informasi publik menjadi lebih objektif dan profesional.
Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong efisiensi anggaran dan meminimalisasi potensi konflik kepentingan.
Tanpa kehadiran foto pribadi pejabat, informasi akan disampaikan secara netral, tanpa mengesankan kepentingan politik atau individu tertentu.
Langkah ini juga memberi ruang bagi masyarakat untuk menilai capaian kinerja pemerintah berdasarkan data dan informasi, bukan pada figur atau wajah tertentu. Dengan begitu, komunikasi publik bisa berjalan lebih efektif dan transparan.