Skandal di Ponpes Sumenep! 9 Santri Jadi Korban Pelecehan, Menteri Turun Tangan

Kasus kekerasan seksual terhadap sembilan santri di sebuah pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, mendapat perhatian serius dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi. Ia menyatakan akan mengawal langsung proses hukum kasus ini hingga tuntas.
Pelaku, seorang pengasuh pondok pesantren, ditangkap oleh Satuan Reserse Kriminal Polres Sumenep pada 20 Juni 2025 di Kabupaten Situbondo. Kasus ini sebelumnya telah dilaporkan pada 3 Juni 2025, dan berkas perkaranya telah dilimpahkan ke Kejaksaan pada 17 Juli 2025.
Menteri PPPA Arifah Fauzi mengecam keras tindak kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku, yang seharusnya menjadi sosok pelindung bagi para santri.

Ilustrasi pelecehan seksual pada anak - Foto Dok Istimewa
"Tindakan kekerasan seksual, terlebih jika dilakukan oleh pihak yang seharusnya berperan sebagai pendamping dan pelindung bagi anak merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap nilai-nilai kemanusiaan," kata Menteri PPPA Arifah Fauzi di Jakarta, Senin.
Ia menegaskan bahwa negara hadir dan bertindak atas setiap bentuk kekerasan, terutama yang menyasar perempuan dan anak-anak.
"Negara, lanjutnya, berkomitmen hadir dan bertindak atas setiap kasus kekerasan, karena Kementerian PPPA meyakini tidak satu pun perempuan dan anak boleh menjadi korban kekerasan, terlebih kekerasan seksual," ujarnya.
Kasus kekerasan seksual ini diduga telah berlangsung lama, sejak tahun 2016 hingga 2024. Salah satu korban bahkan mengalami kehamilan pada tahun 2018 yang kemudian harus digugurkan.
"Korban berhak mendapatkan perlindungan, pemulihan menyeluruh dan akses terhadap keadilan, termasuk restitusi," kata Menteri Arifatul Choiri Fauzi.
Arifah juga memastikan bahwa Kementerian PPPA akan terus memantau perkembangan kasus ini agar pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal.
"Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Sumenep menangkap pelaku pada 20 Juni 2025 di Kabupaten Situbondo. Kami akan terus memantau proses hukum yang berjalan agar pelaku mendapatkan hukuman yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ujarnya.
Kementerian PPPA menyatakan keprihatinan mendalam atas kasus ini dan menyerukan pemulihan menyeluruh bagi para korban, termasuk akses psikologis, hukum, dan sosial. (ANTARA)