Sejarah Majalengka: Dari Talagamanggung hingga Regentschap, 11 Februari Diusulkan Hari Jadi

Sejarah Kabupaten Majalengka mencakup perjalanan panjang mulai dari masa kerajaan Hindu-Buddha, masa penjajahan Belanda dan Jepang, hingga perkembangan menuju era modern.
Awalnya, wilayah Majalengka terbagi menjadi beberapa kerajaan kecil, antara lain Talaga Manggung, Rajagaluh, Sindangkasih, dan Wanayasa.
Nama “Majalengka” diperkirakan berasal dari gabungan kata “maja” dan “langka”, yang berarti “buah maja hilang”.
Asal-usul nama ini terkait legenda lokal, namun wilayah ini juga memiliki bukti sejarah yang kuat melalui dokumen kolonial dan prasasti kuno.
Perkembangan wilayah Majalengka ditandai dengan perubahan status administratif: wilayah yang sebelumnya dikenal sebagai Kabupaten Maja resmi menjadi Kabupaten Majalengka pada tahun 1840, seiring pemindahan pusat pemerintahan dan pembentukan struktur pemerintahan formal.
Secara geografis, Majalengka berada di Provinsi Jawa Barat dengan posisi yang strategis, berbatasan dengan Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Kuningan.
Jumlah penduduk tersebar dalam 23 kecamatan dan 331 desa, dengan kepadatan rata-rata mencapai 979 jiwa per km² terutama di Kecamatan Kertajati, sehingga pemahaman sejarah dan identitas daerah menjadi penting sebagai dasar pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Di tengah perjalanan panjang sejarah ini, Budayawan Majalengka, Rachmat Iskandar atau Rais, menyoroti penetapan Hari Jadi Majalengka yang selama ini diperingati setiap 7 Juni.
Menurutnya, tanggal 7 Juni 1490 tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat dan hanya bersumber dari mitos.
“Saya tetap berpendapat bahwa penetapan Hari Jadi Majalengka pada 7 Juni 1490 adalah keliru. Sistem penghitungan waktunya tidak jelas dan tidak memenuhi standar keilmuan sejarah,” kata Rais, Kamis (8/5/2025).
“10 Muharam 1490 hanya diasumsikan sebagai hari ketika Nabi Isa diangkat ke langit, tanpa ada hubungan dengan peristiwa sejarah Majalengka. Penetapan tersebut tidak memenuhi syarat historiografi dan sangat lemah sumber rujukannya,” tambahnya.
Menurut Rais, sejarah resmi berdirinya Kabupaten Majalengka seharusnya dimulai dari keruntuhan Dinasti Talagamanggung pada 1692, ketika Ratu Tilarnagara dan suaminya, Secanata, melarikan diri dari serangan VOC dan pusat pemerintahan bergeser dari Talaga ke Jerokaso.
Puncak pembentukan pemerintahan terjadi pada 11 Februari 1840. Berdasarkan Staatsblad 1840 Nomor 7, pusat pemerintahan dipindahkan dari Maja ke Sindangkasih, menandai berdirinya Regentschap Majalengka secara resmi.
“Majalengka resmi menjadi Regentschappen Majalengka pada 11 Februari 1840. Namun jika melihat proses sebelumnya, Regentschappen Maja sudah berdiri sejak 1819,” ujar Rais.
Bukti sejarah lain turut memperkuat argumen ini. Catatan Staatsblad 1819 Nomor 9 dan Nomor 23 menunjukkan bahwa Cirebon meliputi lima regentschappen, termasuk Majalengka.
Dokumen dari Leiden dan Daghregister Batavia memperlihatkan struktur pemerintahan Majalengka yang sudah ada sebelum 1682, sementara Prasasti Gunung Inten menyebut Arya Sriningrat sebagai penguasa Majalengka pada 1327.
Karena penetapan 7 Juni dianggap lemah secara historiografi, sebagian masyarakat memilih merayakan Hari Jadi Majalengka secara swadaya.
Di Padepokan Wijayakusumah, tempat dimakamkannya bupati pertama RT Dendanegara, masyarakat menggelar peringatan dengan dasar historiografi yang jelas sejak 2005.
“Masyarakat mulai jenuh dengan penetapan resmi yang tidak akurat, sehingga memilih merayakannya dengan rujukan sejarah yang lebih valid,” kata Rais.
Usulan Ubah Hari Jadi Majalengka
Menanggapi sejarah panjang ini, Bupati Majalengka, Eman Suherman, membuka wacana perubahan Hari Jadi Majalengka.
Ia mengundang masyarakat dan akademisi untuk mengikuti uji publik sebagai bagian dari kajian ilmiah sebelum menetapkan tanggal baru.
“Hari ini kita agendakan uji publik menanggapi aspirasi masyarakat terkait hari jadi Majalengka. Masyarakat menyampaikan bahwa tanggal yang kita peringati selama ini didasarkan pada cerita dan mitos, bukan kajian akademis dan empiris,” kata Eman dalam Seminar Uji Publik Naskah Akademik Perubahan Hari Jadi Majalengka di Pendopo Kabupaten, Rabu (7/5/2025).
Menurut Eman, DPRD Majalengka juga sudah diundang untuk terlibat dalam pembahasan lanjutan. Semua pihak akan menelaah kajian akademis sebelum memutuskan langkah berikutnya.
“Kalau kajian akademis jelas dan semua elemen sepakat, maka kita akan menindaklanjuti dengan revisi Perda,” ujar Eman.
Wacana menetapkan 11 Februari sebagai Hari Jadi baru diharapkan dapat menyatukan masyarakat di bawah pemahaman sejarah yang lebih akurat, memperkuat identitas Majalengka, sekaligus menjadi pijakan penting bagi pembangunan daerah.
Majalengka, dari Talagamanggung hingga Regentschap, kini menatap masa depan dengan narasi sejarah yang lebih jelas—sebuah perjalanan panjang dari mitos menuju fakta.
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Budayawan Ungkap Kesalahan Sejarah Hari Jadi Majalengka, Usul Diganti Menjadi 11 Februari
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!