Alasan Bupati Eman Ubah Hari Jadi Majalengka: Peringatan 7 Juni Hanya Mitos

Pemerintah Kabupaten Majalengka tengah membuka wacana perubahan Hari Jadi Majalengka.
Langkah ini diambil karena penetapan tanggal 7 Juni selama ini dinilai lemah secara historiografi dan hanya berlandaskan pada mitos.
Bupati Majalengka, Eman Suherman, menyatakan bahwa perubahan ini akan merujuk pada kajian akademis dan uji publik. Ia menekankan bahwa penetapan Hari Jadi sebelumnya tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat.
“Hari ini kita agendakan uji publik menanggapi aspirasi masyarakat terkait hari jadi Majalengka. Masyarakat menyampaikan kepada saya selama ini tanggal yang kita peringati didasarkan pada cerita dan mitos, bukan kajian akademis dan empiris,” ujar Eman saat Seminar Uji Publik Naskah Akademik Perubahan Hari Jadi Majalengka di Pendopo Kabupaten, Rabu (7/5/2025).
Sejalan dengan itu, Budayawan Majalengka, Rachmat Iskandar atau Rais, mengungkap kekeliruan dalam penetapan Hari Jadi.
Selama ini, Majalengka merayakan hari jadinya setiap 7 Juni, merujuk pada 7 Juni 1490. Menurut Rais, dasar tersebut hanya mengacu pada momen spiritual 10 Muharam yang tidak terkait langsung dengan sejarah lokal.
“Saya tetap berpendapat bahwa penetapan Hari Jadi Majalengka pada 7 Juni 1490 adalah keliru. Sistem penghitungan waktunya tidak jelas dan tidak memenuhi standar keilmuan sejarah,” kata Rais saat berbincang di kediamannya di Kecamatan Majalengka, Kamis (8/5/2025).
“10 Muharam 1490 hanya diasumsikan sebagai hari ketika Nabi Isa diangkat ke langit, tanpa ada hubungan dengan peristiwa sejarah Majalengka. Penetapan tersebut tidak memenuhi syarat historiografi dan sangat lemah sumber rujukannya,” tambahnya.
Rais menegaskan, sejarah berdirinya Kabupaten Majalengka sebenarnya dimulai dari keruntuhan Dinasti Talagamanggung pada 1692.
Saat itu, Ratu Tilarnagara dan suaminya, Secanata, melarikan diri dari serangan VOC, dan pusat pemerintahan bergeser dari Talaga ke Jerokaso.
Puncaknya, kata Rais, terjadi pada 11 Februari 1840. Melalui Staatsblad 1840 Nomor 7, pusat pemerintahan resmi dipindahkan dari Maja ke Sindangkasih, sekaligus menandai berdirinya Regentschap Majalengka.
“Majalengka resmi menjadi Regentschappen Majalengka pada 11 Februari 1840 berdasarkan Staatsblad 1840 Nomor 7. Namun bila melihat proses berdirinya, Regentschappen Maja telah berdiri sejak 1819,” ujar Rais.
Ia menambahkan, catatan sejarah dari Staatsblad 1819 Nomor 9 dan Nomor 23 menunjukkan bahwa Cirebon mencakup lima regentschappen, sementara sumber lain seperti Leiden dan Daghregister Batavia memperkuat bukti struktur pemerintahan Majalengka sudah ada sebelum 1682.
Bahkan, Prasasti Gunung Inten menyebut Arya Sriningrat sebagai penguasa Majalengka pada 1327.
Ketidakpuasan terhadap penetapan resmi 7 Juni membuat sejumlah komunitas masyarakat mulai merayakan Hari Jadi secara swadaya. Misalnya, di Padepokan Wijayakusumah, tempat dimakamkannya bupati pertama RT Dendanegara, masyarakat menggelar peringatan dengan dasar historiografi yang jelas sejak 2005.
“Masyarakat mulai jenuh dengan penetapan resmi yang tidak akurat, sehingga memilih merayakannya dengan rujukan sejarah yang lebih valid,” kata Rais.
Dengan langkah ini, Bupati Eman berharap penetapan Hari Jadi baru akan memperkuat identitas sejarah Majalengka sekaligus menjadi dasar yang lebih akurat bagi pembangunan daerah ke depan.
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Budayawan Ungkap Kesalahan Sejarah Hari Jadi Majalengka, Usul Diganti Menjadi 11 Februari
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!