Anies Baswedan Singgung Gaji DPR dan Pernyataan Guru Beban Negara: Ganggu Rasa Keadilan

Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menanggapi polemik soal pernyataan guru disebut sebagai beban negara dan terkuaknya besaran gaji anggota DPR. Menurut Anies, masalah ini bukan sekadar soal angka, tetapi mencerminkan persoalan lebih besar terkait sistem penggajian di Indonesia.
“Ini adalah tip of iceberg, puncak gunung es yang tentu saja mengganggu rasa keadilan bagi semua,” kata Anies dalam acara Notonagoro Public Lecture: Masa Depan Pemerintahan Negara Hukum dan Demokrasi di UGM, Yogyakarta, Selasa 26 Agustus 2025 dikutip YouTube Pusat Kajian Konstitusi, Demokrasi, dan HAM
Anies menilai munculnya dua isu tersebut semakin memperlebar jurang keadilan di masyarakat. “Ketika ada pernyataan guru beban negara, kemudian muncul gaji anggota dewan dengan angka fantastis, itu mengganggu rasa keadilan kita,” ujarnya.
Masalah Utama: Sistem Penggajian ASN
Menurut Anies, polemik ini seharusnya menjadi momentum untuk mereformasi sistem penggajian aparatur negara (ASN). Ia menyoroti pemberian tunjangan kinerja (tukin) yang dinilai tidak mencerminkan kinerja nyata.
“Pengkaitan antara kinerja dengan tunjangan kinerja namanya tukin. Tapi dibayarkan tanpa melihat kinerja. Kan repot itu. Ini kenyataan di banyak tempat,” ujar Anies.
Anies juga mengingatkan bahwa ketidakadilan sistem penggajian bisa mendorong praktik korupsi. “Kalau gaji Anda hanya cukup untuk hidup 20 hari, terus 10 hari berikutnya hidup pakai apa? Ini akan menimbulkan korupsi karena kebutuhan, apalagi kalau di depan mata ada kesempatan,” jelasnya.
Dorong Reformasi dan Transparansi
Anies menyebut, sekadar menyampaikan rasa ketidakadilan tidak cukup untuk mengubah keadaan. “Kalau ini mau jadi momentum, maka ini momentum bagus. Jangan berhenti hanya pada pernyataan ‘ini tidak adil’, karena itu tidak mengubah kenyataan,” ujarnya.
Selain reformasi penggajian, Anies menekankan perlunya transparansi dalam kinerja DPR. Ia mengusulkan agar sistem voting dilakukan secara terbuka dan tercatat agar publik bisa menilai posisi setiap wakil rakyat.
“Kalau voting ini diubah menjadi terbuka dan tercatat, maka kita akan punya rekam jejak anggota dewan. Itu penting supaya mereka bisa bertanggung jawab kepada konstituen,” pungkasnya.