Top 6+ Kalimat Ajaib yang Bikin Anak Mau Mendengarkan Orangtua Menurut Pakar Parenting

anak-anak, parenting, Anak dan orangtua, kalimat agar anak mendengarkan orangtua, pakar parenting, bonding anak dan orangtua, cara agar anak nurut pada orangtua, kalimat yang membuat anak mau mendengarkan orangtua, 6 Kalimat Ajaib yang Bikin Anak Mau Mendengarkan Orangtua Menurut Pakar Parenting, 1. "Aku percaya kamu.", 2. "Yuk kita lakukan bersama.", 3. "Enggak apa-apa kamu ngerasain itu. Aku ada di sini.", 4. "Yuk, ceritakan apa yang terjadi? Aku mendengarkan.", 5. "Aku paham, aku di pihakmu." , 6. "Apa pun yang terjadi, aku tetap mendukungmu."

Orangtua sering kali merasa frustasi ketika anak mereka tidak mau mendengarkan. Perintah sederhana seperti "tolong jangan teriak" justru bisa memicu perlawanan. 

Menurut Reem Raouda, pakar parenting, kuncinya bukan pada seberapa keras kita bicara, melainkan bagaimana kita membangun koneksi dengan anak. 

"Saya telah mempelajari lebih dari 200 hubungan orangtua dan anak. Saya juga seorang ibu, dan saya belajar bahwa anak-anak mendengarkan lebih baik ketika mereka merasa terhubung," kata Reem, dilansir dari CNBC Make It, Senin (1/9/2025). 

Ia menekankan, faktor terpenting adalah rasa aman secara emosional. Anak butuh tahu bahwa mereka dihormati dan boleh mengekspresikan perasaan tanpa takut dimarahi. 

Untuk membantu orangtua menciptakan kondisi itu, Reem membagikan enam "kalimat ajaib" yang terbukti bisa menenangkan anak sekaligus membuka ruang kerja sama. 

6 kalimat ajaib yang membuat anak-anak mendengarkan orangtua 

1. "Aku percaya kamu."

Kalimat sederhana ini bisa membuat anak merasa dipercaya, terutama saat mereka melakukan kesalahan kecil. 

Jika orangtua langsung ragu atau menuduh, anak biasanya akan memasang tameng dan sulit diajak bicara. Sebaliknya, ketika orangtua memberi keyakinan, anak merasa aman.

Contoh, ketika anak tidak sengaja menumpahkan jus. Alih-alih berkata "Ah, kenapa kamu harus menumpahkannya?", cobalah ucapkan, "Mama percaya kamu tidak sengaja melakukannya. Yuk kita bersihkan bareng."

Hasilnya, masalah selesai tanpa ada pertengkaran. 

2. "Yuk kita lakukan bersama."

Banyak konflik muncul karena orangtua hanya memberi perintah. Padahal, ketika anak diajak ikut mencari solusi, mereka lebih mudah menerima hasilnya. 

Misalnya, anak menolak membereskan mainan. Cobalah katakan, "Papa lihat adik belum mau membereskan mainan. Gimana kalau kita lakukan bersama? Menurutmu langkah pertama apa?"

Dengan begitu, anak tetap belajar tanggung jawab, tapi tidak terasa seperti paksaan. 

3. "Enggak apa-apa kamu ngerasain itu. Aku ada di sini."

Saat anak tantrum atau kecewa, logika anak biasanya mati karena tubuh masuk ke mode fight-or-flight. Pada kondisi itu, mereka butuh dukungan emosional, bukan ceramah. 

Contohnya, ketika mainan anak jatuh lalu anak mengamuk. Daripada mengomel seperti "Masa gitu aja nangis," lebih baik ucapkan seperti, "Enggak apa-apa kalau sedih dan mau menangis. Mama ada di sini ya."

Biarkan emosi anak mereda dulu, barulah ia siap diajak bicara lagi. 

4. "Yuk, ceritakan apa yang terjadi? Aku mendengarkan."

Sebelum anak mau mendengarkan orangtua, mereka perlu merasa didengarkan lebih dulu. Perubahan kecil ini bisa menghilangkan sikap menolak. 

Misalnya anak marah dan berkata, "Aku enggak mau main sama adik lagi!" Orangtua bisa menanggapi dengan, "Coba ceritakan kenapa? Mama akan dengarkan." 

Dari situ, orangtua bisa memahami akar masalah yang sesungguhnya, bukan hanya perilaku di depan saja seperti apa. 

5. "Aku paham, aku di pihakmu." 

Banyak drama anak berawal dari perasaan tidak dipahami. Dengan mengucapkan kalimat ini, orangtua berubah posisi dari lawan menjadi sekutu. 

Contohnya ketika anak kesal, seperti "PR ini susah banget! Aku malas mengerjakannya." 

Orangtua bisa berkata, "Papa paham kok, kamu merasa kesulitan. Coba kita cari caranya biar lebih gampang." 

Dengan merasa didukung, anak biasanya lebih tenang dan mau diajak kompromi. 

6. "Apa pun yang terjadi, aku tetap mendukungmu."

Setiap anak pernah membuat kesalahan. Di momen itu, kalimat dukungan tanpa syarat, jauh lebih berarti dibanding ceramah panjang. 

Misalnya anak merusak proyek sekolah dan merasa sangat bersalah. Daripada langsung marah, orangtua bisa bersikap, seperti "Aku akan mendukungmu, apa pun yang terjadi. Yuk, kita perbaiki sama-sama."

Dari sana, anak belajar bahwa kesalahan bukan akhir dari segalanya. 

Tidak ada kalimat ajaib yang bisa langsung menyelesaikan semua masalah jika pola komunikasi keluarga masih penuh ancaman dan teriakan. 

Namun, jika orangtua konsisten memberi rasa aman, menjaga harga diri anak, dan tetap menerapkan batasan yang sehat, anak akan lebih mudah mendengarkan secara alami. 

Pada akhirnya, tujuan utama parenting bukan sekadar membuat anak patuh sesaat, yang lebih penting adalah membangun hubungan jangka panjang yang penuh kepercayaan. Sehingga, anak tumbuh dengan keyakinan bahwa ia selalu punya tempat aman untuk pulang.