DPR Desak Polri Usut Tuntas Kasus Ancaman Bom Pesawat Haji, Keamanan Nasional Jadi Taruhan

DPR Desak Polri Usut Tuntas Kasus Ancaman Bom Pesawat Haji, Keamanan Nasional Jadi Taruhan

Anggota Komisi III DPR RI, Surahman Hidayat, memberikan apresiasi tinggi terhadap kesigapan Densus 88 Antiteror Polri dalam menindaklanjuti kasus ancaman bom pada pesawat Saudi Airlines SV-5726.

Pesawat yang membawa jemaah haji Indonesia dari Jeddah menuju Jakarta ini sempat mendarat darurat di Bandara Kualanamu, Sumatera Utara, setelah menerima ancaman bom melalui email berbahasa Inggris yang diduga berasal dari luar negeri, kemungkinan India.

"Hasilnya, tidak ditemukan bahan peledak atau benda mencurigakan dan semuanya dinyatakan aman,” ujar Surahman, Senin (23/6).

Surahman juga memuji kinerja tim gabungan dari Satuan Brimob Polda Sumatera Utara, Kodam I/Bukit Barisan, dan TNI AU. Mereka dengan cepat melakukan penyisiran menyeluruh terhadap pesawat, termasuk kabin dan ruang kargo, dan memastikan tidak ada bahan peledak atau benda mencurigakan yang ditemukan.

Menurut Surahman, ancaman bom, baik nyata maupun palsu, terhadap pesawat di Indonesia dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Ancaman kekerasan yang menimbulkan ketakutan massal, terutama pada objek vital seperti pesawat dan bandara, dapat dijerat sebagai aksi terorisme, bahkan jika ancamannya tidak nyata.

Selain itu, UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Pasal 437 mengatur pidana hingga 8 tahun penjara bagi penyebar informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan.

KUHP Baru (UU Nomor 1 Tahun 2023) Pasal 600 juga menetapkan bahwa menyebarkan informasi palsu tentang ancaman bom di pesawat dapat dipidana karena mengganggu ketertiban umum dan keamanan nasional.

"Meskipun ancaman itu dikirim lewat email dan ternyata palsu, pelakunya tetap bisa dijerat hukum berat. Apalagi kalau terbukti ada motif ideologis atau politik, seperti yang sedang didalami Densus 88 dalam kasus ini," jelas dia.

Politikus Fraksi PKS ini juga mengapresiasi koordinasi Densus 88 dengan otoritas Arab Saudi dan Interpol untuk melacak pengirim ancaman bom pesawat SV-5726 yang membawa jemaah haji Indonesia Kloter 12 Embarkasi Jakarta-Bekasi (JKS). Hal ini penting mengingat objek ancaman adalah aset Saudi yang berada di wilayah Indonesia.

Surahman mendesak Polri untuk mengusut tuntas kasus ini, karena menyangkut keselamatan jemaah haji Indonesia dan kredibilitas sistem keamanan nasional.

Penyelidikan harus sampai ke akarnya, termasuk mengidentifikasi pelaku, motif, dan kemungkinan adanya jaringan yang terlibat.

Mengenai dugaan asal pelaku dari India, Surahman mengingatkan bahwa alamat IP tidak selalu mencerminkan lokasi sebenarnya.

Pelaku dapat menyamarkan lokasi menggunakan VPN, proxy, email spoofing, server relay, atau bahkan jaringan botnet, yang membuat penyelidikan cybercrime ini menjadi sangat kompleks.

"Kasus ini membutuhkan penyelidikan cybercrime yang melibatkan teknik digital forensik yang rumit, melacak pola komunikasi dan metadata, serta bantuan otoritas luar negeri," jelas Surahman. "Diperlukan juga audit keamanan bandara untuk mengevaluasi respons dan pencegahan ke depan," ucap dia.