DPR Desak Evaluasi Total Pengawasan Internal Polri Pasca Kematian Brigadir Nurhadi

DPR Desak Evaluasi Total Pengawasan Internal Polri Pasca Kematian Brigadir Nurhadi

Anggota Komisi III DPR RI, Martin D. Tumbelaka, menyuarakan keprihatinan mendalam atas kematian Brigadir Muhammad Nurhadi di Gili Trawangan pada April lalu. Ia menekankan perlunya transparansi dan penegakan hukum yang tegas dalam kasus yang diduga melibatkan sesama polisi ini.

"Proses hukum harus berjalan jujur dan imparsial. Ini menyangkut nyawa anggota kepolisian, dan ada dugaan kuat keterlibatan aparat," ujar Martin keterangannya, Kamis (26/6).

"Kejelasan, keterbukaan informasi, dan ketegasan penegakan hukum sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik. Jangan sampai ada kasus Sambo jilid 2," tegasnya.

Polda NTB telah menetapkan dua anggota Propam Polda NTB yang dipecat tidak hormat, Kompol I Made Yogi Purusa (YG) dan Ipda Haris Chandra (HC atau AC), sebagai tersangka atas kematian Brigadir Nurhadi. Keduanya disangkakan melanggar Pasal 351 dan 359 KUHP terkait penganiayaan yang menyebabkan kematian serta kelalaian yang berakibat fatal.

Direskrimum Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat, mengungkapkan hasil ekshumasi dan autopsi menunjukkan adanya tanda kekerasan pada tubuh korban yang menyebabkan kematian.

Martin menyayangkan lambatnya penahanan tersangka dan minimnya penjelasan mengenai motif serta peran masing-masing pihak. Menurutnya, hal ini merusak kredibilitas Polri dan melukai rasa keadilan.

"Penyidikan tak bisa berhenti pada penetapan tersangka. Masyarakat berhak tahu apa yang terjadi. Motif, kronologi, dan latar belakang hubungan antarpihak harus disampaikan proporsional agar tidak menjadi bola liar," kata Martin.

Anggota Komisi Hukum dan Keamanan DPR ini juga menekankan perlindungan keluarga korban, termasuk pendampingan hukum dan psikososial.

"Yang harus dijaga bukan sekadar reputasi institusi, tapi integritas proses hukum itu sendiri. Jika ada kesalahan, harus diungkap dan ditindak sesuai hukum. Di situlah kredibilitas aparat diuji," tegas legislator Dapil Sulawesi Utara ini.

Selain itu, Martin mendorong evaluasi menyeluruh sistem pengawasan internal kepolisian, terutama fungsi pembinaan etik dan pengawasan profesi.

Menurut Martin, fakta bahwa anggota Propam yang seharusnya mengawasi etika justru melakukan pelanggaran hukum, mengindikasikan adanya persoalan struktural yang mendalam. Ia memastikan Komisi III akan terus mengawal kasus ini.

"Jangan sampai kasus ini berakhir tanpa kejelasan. Korban dan keluarganya berhak atas kebenaran dan keadilan, dan publik berhak melihat negara hadir dalam menjaga nyawa dan martabat warganya, termasuk aparatnya sendiri," tutup politisi Partai Gerindra ini.