Kejati NTB Kritik Penyidik Polda: Tidak Ada Penjelasan Motif Pembunuhan di Berkas Brigadir Nurhadi

Kejaksaan Tinggi NTB, Polda NTB, Brigadir Nurhadi, kejaksaan tinggi NTB, Kejati NTB, polisi bunuh polisi, Kejati NTB Kritik Penyidik Polda: Tidak Ada Penjelasan Motif Pembunuhan di Berkas Brigadir Nurhadi

Hingga pertengahan Juli 2025, motif di balik kematian Brigadir MN alias Muhammad Nurhadi di Gili Trawangan, Nusa Tenggara Barat, masih menyisakan banyak pertanyaan.

Kepala Kejaksaan Tinggi NTB, Enen Saribanon, menyatakan bahwa dalam berkas perkara milik tiga tersangka belum ditemukan penjelasan mengenai motif dan modus kejadian.

"Kami tidak melihat dari berkas itu, motif dan modus itu apa? Pembunuhan itu terkait apa? Belum (terlihat)," kata Enen kepada wartawan dikutip dari Antara.

Jaksa peneliti telah mengembalikan berkas tersebut kepada penyidik Polda NTB karena dianggap belum lengkap. Menurut Enen, banyak materi yang menjadi catatan untuk dilengkapi.

"Kami belum melihat uraiannya, apa sebenarnya yang menjadi akar permasalahan dari kasus pembunuhan itu," tambahnya.

Kejaksaan Tinggi NTB, Polda NTB, Brigadir Nurhadi, kejaksaan tinggi NTB, Kejati NTB, polisi bunuh polisi, Kejati NTB Kritik Penyidik Polda: Tidak Ada Penjelasan Motif Pembunuhan di Berkas Brigadir Nurhadi

Kepala Kejaksaan Tinggi NTB, Enen Saribanon

Apa Saja Petunjuk yang Sudah Ditemukan Penyidik?

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, menjelaskan bahwa penyidik sebelumnya telah menyerahkan berkas perkara milik tiga tersangka Kompol YG, Ipda HC, dan perempuan berinisial M.

Penyidik menyatakan telah menemukan sedikitnya dua alat bukti untuk mendukung sangkaan pidana, berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 18 saksi dan sejumlah ahli.

Salah satu yang paling menonjol adalah hasil autopsi yang dilakukan terhadap jenazah Brigadir Nurhadi, yang menyimpulkan penyebab kematian akibat pencekikan.

Autopsi dilakukan melalui ekshumasi atau pembongkaran makam Brigadir Nurhadi di wilayah Narmada, Kabupaten Lombok Barat.

Dari situ, ditemukan tanda-tanda luka yang mencakup lecet, memar, robek, serta patah tulang lidah yang merupakan indikasi kuat adanya tindak kekerasan yang menyebabkan kematian.

Dalam berkas perkara, penyidik menerapkan Pasal 351 ayat (3) dan/atau Pasal 359 junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal ini mengatur tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian dengan ancaman hukuman maksimal tujuh tahun penjara.

Namun, pihak keluarga almarhum menyatakan keberatan. Kuasa hukum keluarga, Giras Genta Tiwikrama, menilai pasal yang dikenakan terlalu ringan.

"Pihak keluarga sangat yakin bahwa ini bukan sekadar penganiayaan yang menyebabkan kematian, tetapi ini juga termasuk pembunuhan," ujar Genta, Sabtu (12/7/2025).

Genta juga merujuk pada hasil autopsi dan keterangan dokter forensik yang memperkuat dugaan tindak pidana pembunuhan.

Ia mendesak agar aparat penegak hukum mempertimbangkan penerapan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.

Apa Kata Keluarga Korban?

Elma Agustina, istri Brigadir Nurhadi, berharap agar para pelaku dihukum seberat-beratnya. Ia membantah keras isu bahwa dirinya menerima uang ganti rugi sebesar Rp 400 juta.

"Saya tidak akan tukar nyawa suami saya dengan uang," tegas Elma.

Genta menambahkan bahwa keluarga meyakini kematian Nurhadi tidak berkaitan dengan peristiwa spontan.

"Menurut pengakuan keluarga, almarhum adalah orang yang sangat jauh dari rokok, minuman keras, apalagi narkotika," katanya.

Saat ini, Polda NTB telah menahan tiga tersangka Kompol YG, Ipda HC, dan M. Berkas mereka masih dalam penelitian kejaksaan dan dikembalikan untuk penyempurnaan. Motif di balik pembunuhan juga belum terungkap secara gamblang.

Brigadir Nurhadi sebelumnya ditemukan meninggal di dasar kolam vila Tekek, Gili Trawangan, pada 16 Juli 2025.

Saat itu, ia sedang bersama dua atasannya dan dua perempuan, M dan P. Peristiwa ini memicu sorotan tajam dari masyarakat, terutama karena melibatkan sesama anggota kepolisian.

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) turut memantau kasus ini dan telah memeriksa lokasi kejadian.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "".