Usulan Ganti Nama KBB Jadi Batulayang, Pemerhati Sejarah: Punya Identitas Historis yang Kuat

Usulan untuk mengganti nama Kabupaten Bandung Barat (KBB) menjadi "Batulayang" kembali mengemuka dalam momentum Hari Jadi ke-18 kabupaten tersebut.
Nama ini dianggap memiliki muatan sejarah yang dalam serta merefleksikan identitas asli wilayah Priangan bagian barat.
Pemerhati sejarah asal Bandung, M Ryzki Wiryawan, menyebut nama Batulayang layak dihidupkan kembali sebagai bagian dari rekonstruksi identitas lokal yang terhapus oleh kolonialisme.
“Penamaan Batulayang saya anggap cukup tepat dan menarik, terutama karena sebagian wilayah Bandung Barat saat ini memang termasuk dalam cakupan bekas Kabupaten Batulayang yang dihapus oleh VOC pada abad ke-19,” ujar Ryzki.
Batulayang, Kabupaten yang Terlupakan
Batulayang bukan sekadar nama desa di Kecamatan Cililin. Pada abad ke-18, Batulayang merupakan sebuah kabupaten dengan struktur pemerintahan tersendiri, didirikan oleh Prabu Sang Adipati Kertamanah, bangsawan keturunan Kerajaan Pajajaran.
Wilayah administratif Kabupaten Batulayang saat itu mencakup tiga distrik besar: Kopo, Rongga, dan Cisondari, yang kini tersebar di kawasan Bandung Barat, Kabupaten Bandung, hingga Cimahi. Ibu kota kabupatennya bernama Gajah Palembang, berada di tepi Sungai Ci Tarum, dekat Margahayu saat ini.
Dalam sejarahnya, nama “Gajah” merujuk pada seekor gajah yang dibawa oleh penguasa Batulayang, R Moh Kabul (Abdul Rohman), dari Palembang pada 1770 setelah bertugas di bawah komando VOC. Bahkan, ia membangun tempat pemandian gajah di kawasan yang kini dikenal sebagai Leuwigajah, Cimahi Selatan.
Hilang karena Tanam Paksa Kopi
Pemerintahan terakhir Batulayang berada di tangan Tumenggung Rangga Adikusumah II (1794–1802), yang diberhentikan VOC karena dianggap gagal memenuhi target penyetoran hasil kopi. Kebijakan tanam paksa kala itu sangat membebani rakyat, dan perkebunan dibiarkan terbengkalai sebagai bentuk perlawanan pasif terhadap penjajahan.
“Berdasarkan laporan Pieter Engelhard pada 1802, Tumenggung Anggadikusumah memimpin Batulayang dengan buruk, membiarkan perkebunan kopi menjadi hutan belantara dan semak-semak. Bahkan berdasarkan laporan tanggal 24 Desember 1801, muncul usulan untuk memberhentikan Sang Bupati karena kegemarannya mengonsumsi opium dan minuman keras,” tulis Ryzki dalam bukunya Pesona Sejarah Bandung: Perkebunan di Priangan.
Ryzki berpendapat, penghentian itu tidak lepas dari konflik personal antara Sang Bupati dengan pejabat VOC, dan mengindikasikan bentuk perlawanan terhadap sistem tanam paksa yang eksploitatif.
“Ada faktor lain yang membuat Bupati Batulayang terakhir dihukum, kemungkinan karena ia bermasalah dengan Pieter Engelhard dan melawan dengan cara menelantarkan perkebunan kopi,” tambahnya.
Setelah diberhentikan dan diasingkan ke Batavia, wilayah Batulayang resmi dilebur ke Kabupaten Bandung.
Identitas Lokal yang Ingin Diangkat Kembali
Ryzki menyebut bahwa nama Batulayang bukan hanya penting secara historis, tetapi juga secara genealogis.
Para penguasa Batulayang memiliki hubungan darah dengan elite lokal Bandung. Bahkan, Otto Iskandar Di Nata, tokoh nasional yang dijuluki Jalak Harupat, merupakan keturunan langsung dari keluarga Batulayang.
“Selain merefleksikan warisan masa lalu, nama Batulayang juga dapat menjadi pengingat kolektif bagi masyarakat mengenai keberadaan kabupaten Batulayang yang pernah memainkan peran penting dalam sejarah Tatar Priangan,” ujar Ryzki.
Dedi Mulyadi: Bandung Barat Terlalu Generik
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mendukung wacana perubahan nama tersebut. Ia menilai, nama “Bandung Barat” terlalu generik dan tidak memiliki kekhasan identitas lokal.
“Kalau ada niat mengubah nama demi kepentingan branding, saya siap bantu. Supaya ada daya tarik, wibawa, dan pengaruh,” ujar Dedi saat menghadiri Rapat Paripurna Hari Jadi KBB ke-18, Kamis (19/6/2025).
Menurutnya, nama yang mengakar pada sejarah seperti Batulayang dapat memperkuat citra wilayah dan memberi semangat baru bagi pembangunan daerah berbasis kebudayaan.
DPRD: Batulayang Layak Diangkat Lagi
Dukungan juga datang dari DPRD Kabupaten Bandung Barat. Ketua Komisi I, Sandi Supyandi, mengungkapkan bahwa nama Batulayang punya posisi historis yang setara dengan daerah-daerah tua lainnya di Jawa Barat seperti Cianjur, Sumedang, dan Sukapura.
“Kalau saya boleh usul, nama Batulayang bisa jadi pilihan. Itu nama yang punya nilai historis kuat. Dahulu, sekitar tahun 1802, Kabupaten Batulayang pernah ada, mencakup wilayah Kopo, Rongga, hingga Cisondari, sebelum dilebur Belanda ke Kabupaten Bandung,” kata Sandi, Jumat (20/6/2025).