Mengenang 1.000 Hari Tragedi Kanjuruhan, Sudahkah Keadilan Ditegakkan?

Tragedi Kanjuruhan, Kanjuruhan, Aremania, Stadion Kanjuruhan, Arema, Malang, Jawa Timur, aremania, arema, kanjuruhan, Mengenang 1.000 Hari Tragedi Kanjuruhan, Sudahkah Keadilan Ditegakkan?

Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada 1 Oktober 2022 mungkin telah berlalu. 

Namun, meski 1.000 hari telah berlalu, ingatan kelam dan duka mendalam akan Tragedi Kanjuruhan tetap dirasakan para keluarga korban.

Peristiwa itu menewaskan 135 orang dan mencederai ratusan lainnya, menjadikannya insiden paling kelam dalam sejarah sepak bola Indonesia.

Pada Kamis (26/6/2025), kenangan duka itu kembali dikenang dalam suasana haru.

Bagi keluarga korban, Aremania, dan pecinta sepak bola Tanah Air, luka dari malam kelam itu belum sembuh. Ingatan tentang tragedi tersebut masih membekas kuat.

Doa dan Hening di Stadion Kanjuruhan

Suasana latihan Arema FC di Stadion Kanjuruhan hari itu berbeda dari biasanya.

Seusai latihan, para pemain, pelatih, staf, dan manajemen tidak langsung meninggalkan lapangan.

Mereka berganti pakaian lalu berkumpul di sisi lapangan yang dahulu menjadi saksi bisu tragedi.

Dengan kepala tertunduk dan tangan menengadah, mereka larut dalam tahlilan dan doa bersama.

Seorang ustadz memimpin doa untuk para korban tragedi yang telah meninggal dunia.

“Inti dari pembacaan doa ini ialah untuk mendoakan mereka yang telah tiada saat tragedi kemarin,” ujar General Manager Arema FC, Yusrinal Fitriandi kepada jurnalis termasuk Kompas.com.

Doa itu juga memuat harapan agar para korban mendapat tempat terbaik di sisi Tuhan, keadilan yang diperjuangkan keluarga korban segera ditegakkan, serta agar Arema FC dapat melangkah ke depan dengan semangat baru yang bersih dari luka masa lalu.

Pada malam harinya, sekitar 300 orang yang terdiri dari keluarga korban dan warga Malang Raya berkumpul di depan Gate 13.

Area tersebut telah menjadi simbol luka bagi Aremania.

Doa kembali dipanjatkan, bertepatan dengan malam 1 Suro dalam kalender Jawa—malam yang sakral sebagai penanda pergantian tahun.

Aremania Pilih Diam, Fokus Temani Keluarga Korban

Berbeda dari biasanya, kelompok Aremania Utas memilih untuk tidak menggelar acara besar dalam memperingati 1.000 hari tragedi. Mereka menghormati keinginan keluarga korban.

“Presidium tidak membuat sebuah kegiatan di seribu hari Tragedi Kanjuruhan. Kami ingin membersamai mereka,” kata Koordinator Presidium Aremania Utas, M Ali Rifki.

Pada malam hari setelah doa di stadion, mereka mengunjungi rumah salah satu keluarga korban.

Baginya, kehadiran dalam kesederhanaan lebih berarti daripada sebuah perayaan seremonial.

Meski begitu, ia menyebut pihaknya tengah mempersiapkan acara lebih besar pada 1 Oktober 2025.

“Nanti di 1 Oktober 2025 akan ada haul akbar dari presidium,” imbuhnya.

Seribu Hari Pencarian Keadilan

Tragedi Kanjuruhan bukan hanya tentang kehilangan nyawa, melainkan juga perjuangan panjang mencari keadilan.

Sejumlah pelanggaran protokol keamanan, penggunaan gas air mata, hingga dugaan rekayasa penyelidikan menyelimuti kasus ini.

Laporan Komnas HAM dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat banyak kejanggalan, mulai dari pengaburan fakta penembakan gas air mata ke tribun, tekanan terhadap saksi, hingga pasifnya peran hakim dan jaksa dalam menggali kebenaran materiil selama proses persidangan.

Enam orang sempat dijadikan tersangka, termasuk Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (PT LIB), Ketua Panitia Pelaksana, serta beberapa aparat kepolisian.

Namun, tidak sedikit dari mereka divonis bebas atau mendapat hukuman ringan.

Banyak pihak menilai, para aktor utama yang berada di balik layar belum tersentuh hukum.

“Semoga keluarga korban tragedi Kanjuruhan diberikan kemudahan dalam memperjuangkan keadilan yang harus ditegakkan di negara kita,” ujar ustaz yang memimpin doa dalam peringatan 1.000 hari Tragedi Kanjuruhan, dengan suara berat dan mata yang basah.

Seribu hari tragedi ini menjadi pengingat bahwa duka belum berakhir.

Peringatan tersebut bukan sekadar mengenang, tapi juga mempertanyakan: sudahkah keadilan ditegakkan?

Dalam doa yang terus mengalun dan harapan yang tak pernah padam, masyarakat berharap tragedi seperti ini tidak pernah terjadi lagi di masa depan.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul .