Istilah 'Bekaswiss' Viral di X, BMKG Sebut Ada Potensi Fenomena Kabut di Bekasi Bakal Berlanjut

kabut, BMKG, Bekaswiss, Kabut, kabut tebal, Fenomena cuaca, fenomena kabut di bekasi, Istilah 'Bekaswiss' Viral di X, BMKG Sebut Ada Potensi Fenomena Kabut di Bekasi Bakal Berlanjut, Julukan "Bekaswiss" Viral di Media Sosial, Penjelasan BMKG Soal Fenomena Kabut di Bekasi, Cuaca Dingin di Bekasi Bakal Berlanjut Sepekan ke Depan, BMKG: Kemunculan Kabut Tidak Berarti Kualitas Udara Buruk, Warga Ungkapkan Keheranan dengan Kemunculan Kabut

Fenomena kabut yang menyelimuti wilayah Bekasi, Jawa Barat, pada Minggu (29/6/2025) menjadi topik perbincangan hangat di media sosial.

BMKG menyebut kejadian ini memunculkan kemungkinan serupa di masa mendatang, terutama jika kondisi cuaca kembali mendukung.

Cuaca Bekasi yang biasanya panas dan berdebu tiba-tiba berubah menjadi sejuk dan mendung sepanjang hari.

Uniknya, kondisi tersebut kemudian memunculkan istilah "Bekaswiss", sebagai sindiran satir sekaligus hiburan bagi warga yang menyaksikan perubahan drastis di lingkungan mereka.

Julukan "Bekaswiss" Viral di Media Sosial

Dilansir dari Tribunnews,istilah “Bekaswiss” pertama kali mencuat dari unggahan akun X (dulu Twitter) @TxtdariBekasy pada Minggu (29/6/2025).

Unggahan tersebut yang menyamakan Bekasi dengan Swiss, negara yang dikenal dengan udara dingin, berkabut, dan pemandangan tenang.

Dalam unggahannya, dituliskan: “Bekaswiss is famous for its breath-taking City scenery, luxury bag industry, delicious uduk, efficient public transport and its longstanding policy of neutrality.”

Pernyataan tersebut menjadi viral dan menyita perhatian warganet. Meme dan komentar bernada satir membanjiri media sosial tersebut.

Dalam waktu singkat, kata “Bekaswiss” sempat menjadi trending topic di platform X secara nasional.

Penjelasan BMKG Soal Fenomena Kabut di Bekasi

Deputi Meteorologi BMKG, Guswanto, memberikan penjelasan ilmiah mengenai fenomena kabut tersebut. Ia menegaskan bahwa kondisi ini termasuk normal dalam konteks musim hujan.

“Ini fenomena normal saat musim hujan dengan angin tenang dan curah hujan tinggi,” jelas Guswanto kepada , Senin (30/6/2025).

Menurutnya, kabut terbentuk karena beberapa faktor yang saling berkaitan. Salah satunya adalah hujan yang menyebabkan penurunan suhu serta peningkatan kelembaban udara.

“Hujan dapat menyebabkan suhu menjadi lebih sejuk dan kelembaban meningkat. Kelembaban yang tinggi dapat membuat udara terasa lebih dingin dan berkabut. Pergerakan angin juga membawa udara yang lebih sejuk dan lembap ke wilayah tersebut,” ujar Guswanto.

BMKG mencatat suhu udara di Bekasi berkisar antara 24 hingga 25 derajat Celsius, dengan kelembaban mencapai 92–96 persen. Sementara itu, kecepatan angin yang rendah, yaitu sekitar 0–4 mil per jam, turut mendukung pembentukan kabut, terutama pada malam hingga pagi hari.

“Kabut mungkin akan muncul kembali pada malam hari karena kelembaban tinggi dan suhu rendah. Ini fenomena normal saat musim hujan dengan angin tenang dan curah hujan tinggi,” ujar Guswanto.

Cuaca Dingin di Bekasi Bakal Berlanjut Sepekan ke Depan

Ketua Tim Kerja Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG Ida Pramuwardani juga memberi penjelasan terkait suhu dingin yang dirasakan oleh warga.

Ida menjelaskan, cuaca lembap, berawan, dan relatif sejuk sangat mungkin berulang, terutama pada malam hingga pagi hari.

Menurut dia, aktivitas awan dan kelembaban tinggi membuat suhu tetap rendah dan udara terasa lebih dingin.

“Kondisi ini cenderung bertahan, terutama menjelang malam hingga pagi hari. Aktivitas awan dan kelembapan tinggi membuat suhu tidak cepat menghangat,” ujar Ida kepada , Senin (30/6/2025).

Analisis BMKG menunjukkan adanya peningkatan aktivitas konvektif yang mendukung pembentukan awan hujan di Jawa bagian barat dan tengah.

Hal ini didukung oleh sejumlah indikator atmosfer seperti Outgoing Longwave Radiation (OLR), Madden-Julian Oscillation (MJO), dan gelombang Rossby.

Selain itu, kata dia, intrusi udara kering yang diperkirakan melintasi perairan selatan Jawa hingga Nusa Tenggara turut memperkuat pertumbuhan awan di wilayah Jabodetabek.

BMKG: Kemunculan Kabut Tidak Berarti Kualitas Udara Buruk

Beberapa warga sempat menyebut bahwa munculnya kabut terkait dengan kualitas udara yang buruk atau tingginya polusi.

Ida menegaskan, kabut yang muncul bukan pertanda penurunan kualitas udara.

Ia menjelaskan, meski di kawasan perkotaan kabut bisa tercampur partikel polutan, hal itu tidak serta-merta menandakan udara sedang tidak sehat.

“Kabut di wilayah padat aktivitas manusia tidak selalu menandakan kualitas udara sedang tidak sehat,” jelasnya.

BMKG memastikan kabut yang terjadi tidak mengganggu aktivitas harian karena jarak pandang untuk transportasi darat maupun udara masih dalam batas aman.

Beberapa faktor yang memperkuat pendinginan lokal antara lain curah hujan yang terus-menerus, tutupan awan tebal yang menghambat pemanasan permukaan.

Kondisi ini juga didukung oleh fenomena downdraft atau aliran udara dingin dari atmosfer atas yang turun ke permukaan dan bertahan akibat kelembaban tinggi dan angin yang lemah.

Untuk sepekan ke depan, cuaca di wilayah Jabodetabek diperkirakan berawan hingga hujan ringan, dengan potensi hujan sedang hingga lebat di sejumlah daerah.

“Termasuk Kota Depok, Kota Bekasi, Tangerang Selatan, Jakarta Selatan, dan Bogor,” kata Ida.

Warga Ungkapkan Keheranan dengan Kemunculan Kabut

Sebelumnya, sejumlah warga membenarkan kemunculan kabut yang tidak biasa di sekitar tempat tinggalnya.

Bagi sebagian warga, perubahan cuaca ini terasa menyenangkan dan memberikan pengalaman berbeda dari biasanya.

Fajar, warga Harapan Indah, Bekasi, menggambarkan cuaca sepanjang hari tersebut:

"Hari ini dari sebelum subuh sampai sore menjelang malam cuaca Bekasi mendadak asing. Hujan berhenti, hujan lagi terus begitu sampai menjelang Maghrib. Biasanya ada matahari tapi ini tidak," ujar Fajar.

Pengalaman serupa juga dirasakan oleh Angga (17), warga Depok, yang mengungkapkan suasana saat kabut turun pada sore hari.

"Depok yang biasanya panas jadi adem. Vibe-nya sendu karena berkabut. Jadi rasanya beda," ujar Angga.