Hak Anak di 1.000 Hari Pertama Kehidupan, Siapa yang Bertanggung Jawab?

Ketika berbicara tentang hak asasi manusia (HAM), pembahasan kerap berfokus pada orang dewasa. Padahal, salah satu kelompok yang paling rentan adalah anak-anak, khususnya pada masa 1.000 hari pertama kehidupan (HPK), yakni 270 hari selama dalam kandungan dan 730 hari pertama setelah lahir.
Pernyataan tersebut didukung oleh berbagai penelitian, salah satunya dari United Nations Children's Fund (UNICEF) pada 2021. Penelitian ini menunjukkan bahwa 80 persen struktur otak manusia terbentuk dalam dua tahun pertama kehidupan.
Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan dasar anak pada masa ini sangat krusial, mulai dari asupan gizi, perlindungan dari penyakit, rasa aman, kasih sayang, hingga stimulasi kognisi, bahasa, motorik, sosial, dan emosional.
“Periode 1.000 HPK ini adalah masa yang sangat menentukan kualitas hidup anak di masa depan, seperti kapasitas belajar, kemampuan bersosialisasi, hingga produktivitas," ujar Project Manager Early Childhood Education and Development (ECED) Council, Levina Ardiati melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Jumat (11/7/2025).
Sayangnya, lanjut dia, masih banyak yang belum memaknai hal tersebut sebagai bagian dari hak dasar anak untuk hidup, tumbuh kembang, dan mendapat perlindungan yang harus dipenuhi.

Kerangka kerja World Health Organization (WHO), UNICEF, dan Bank Dunia mendorong negara-negara untuk bergeser dari sekadar memastikan anak bertahan hidup (survival) dengan menurunkan angka kematian bayi, menjadi berfokus menjamin anak bisa tumbuh dan berkembang optimal (thrive).
Indeks global seperti Early Childhood Development Index (ECDI) 2030 menjadi alat ukur yang menilai perkembangan anak usia 2–5 tahun pada aspek kesehatan, pembelajaran, dan kesejahteraan psikososial.
Untuk memastikan anak usia dini memiliki periode 1.000 HPK, terdapat hak dasar anak yang wajib dipenuhi. Hal ini terbagi menjadi tiga kelompok hak utama anak, sebagai berikut.
1. Hak untuk hidup, bertumbuh, dan berkembang optimal
Pemenuhan gizi: Gizi yang cukup dan seimbang di masa 1.000 HPK berperan besar dalam pembentukan otak, sistem kekebalan tubuh, dan perkembangan motorik anak.
Pemenuhan gizi tidak dimulai saat anak lahir, tetapi sejak ibu hamil. Makanan sehat dan kaya zat gizi untuk ibu hamil merupakan langkah awal untuk memenuhi hak anak dalam mendukung pertumbuhan yang optimal.
Setelah lahir, berikan air susu ibu (ASI) eksklusif selama enam bulan, diikuti dengan makanan pendamping (MP) ASI bergizi dan ASI hingga 2 tahun. Kebutuhan ini merupakan hak anak yang tidak bisa ditawar.
Perlindungan dari penyakit: Anak memiliki hak untuk dilindungi dari ancaman penyakit melalui tindakan pencegahan.
Imunisasi lengkap sesuai jadwal, kebiasaan hidup bersih dan sehat, sanitasi, serta akses terhadap pelayanan kesehatan dasar harus dipenuhi untuk menghindarkan anak dari penyakit atau sakit berulang.
Lingkungan sehat: Kesehatan dan kesejahteraan anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat ia tumbuh. Rumah yang bersih, ventilasi cukup, bebas asap rokok, dan aman dari benda berbahaya adalah bentuk perlindungan nyata yang sering kali diabaikan.
Lingkungan yang penuh kasih sayang dan aman secara emosional juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan psikologis anak.
Istirahat yang cukup: Tidur yang cukup adalah bagian penting dari pertumbuhan anak. Menurut American Academy of Pediatrics, anak usia 0–2 tahun membutuhkan 12–16 jam tidur setiap hari. Tidur bukan hanya untuk pemulihan fisik, tetapi juga penting untuk pembentukan memori dan regulasi emosi.
2. Hak untuk merasa aman dan dilindungi
Rumah aman dan hangat: Anak-anak membutuhkan lebih dari sekadar tempat tinggal, mereka butuh rumah yang menjadi pelukan terhangat, tempat di mana mereka merasa aman, diterima, dan dilindungi.
Rasa aman bukan hanya soal tidak adanya bahaya fisik, tetapi juga tentang kesejahteraan emosional. Anak perlu merasa bahwa mereka dipahami, bebas dari ancaman kekerasan, baik verbal, fisik, maupun psikologis.
Dalam lingkungan seperti ini, anak akan tumbuh dengan rasa percaya diri, nyaman mengekspresikan diri, dan siap belajar mengenali dunianya.
Ajarkan anak menjaga diri: Perlindungan juga mencakup pembekalan anak sejak dini untuk menjaga dirinya sendiri. Ajarkan tentang privasi tubuh, cara berkata “tidak” dengan tegas, dan kenalkan siapa saja orang dewasa yang bisa mereka percaya.
Pendidikan perlindungan diri menjadi semakin penting ketika anak mulai memasuki lingkungan sosial yang lebih luas, seperti taman bermain, pendidikan anak usia dini (PAUD), atau lingkungan digital.
Batasi penggunaan gawai: Di era digital, ancaman terhadap anak tidak lagi hanya bersumber dari lingkungan fisik. Dunia digital bisa membawa risiko jika tidak diawasi dengan bijak.
Orangtua perlu memastikan tontonan dan konten yang dikonsumsi sesuai usia, memberikan batasan waktu penggunaan gawai, serta mendorong lebih banyak interaksi antarmanusia, kegiatan motorik, dan tidur yang cukup.
3. Hak untuk bersuara, berpartisipasi, dan dihargai
Izinkan anak membuat pilihan: Setiap anak berhak untuk didengar dan dihargai pendapatnya karena hak ini penting untuk membentuk kepercayaan diri dan rasa berdaya sejak dini.
Meskipun tampak sederhana, hal-hal kecil seperti membiarkan anak memilih baju yang ingin dipakai atau buku yang ingin dibacakan sebelum tidur adalah bentuk nyata dari pengakuan terhadap hak anak untuk bersuara.
Dengarkan ceritanya: Mendengarkan cerita anak dengan penuh perhatian tanpa menghakimi adalah cara terbaik untuk menunjukkan bahwa suara mereka penting.
Anak yang terbiasa didengarkan akan lebih mudah mengekspresikan pikiran dan perasaannya, serta tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri dan terbuka. Komunikasi dua arah ini juga memperkuat ikatan emosional antara anak dan orangtua.
Ajarkan tanggung jawab: Menghargai suara anak juga berarti mengajak mereka berpartisipasi dalam kehidupan keluarga. Tugas-tugas sederhana, seperti merapikan mainan, membantu menyapu, atau menyiapkan meja makan bukan sekadar aktivitas fisik, tetapi cara membentuk rasa tanggung jawab dan keterlibatan.
Anak merasa dirinya dihargai sebagai bagian penting dari keluarga dan faktor ini menjadi fondasi untuk membangun karakter anak yang peduli, tangguh, serta bertanggung jawab.
Keajaiban stimulasi dan peran penting keluarga
Stimulasi dini adalah rangsangan sederhana, tetapi bermakna yang membantu mengoptimalkan perkembangan anak, mulai dari kognitif, bahasa, motorik, hingga sosial-emosional, tanpa alat canggih atau biaya mahal.
Bermain petak umpet, menyusun balok, bernyanyi, atau menggendong sambil bercerita adalah bentuk stimulasi yang efektif. Kuncinya terletak pada interaksi sehari-hari yang konsisten, penuh perhatian, dan dibalut kasih sayang.
“Siapa yang paling berperan memberikan stimulasi ini? Jawabannya adalah keluarga. Di sinilah anak pertama kali belajar mengenal dunia, merasa aman, dan dicintai,” kata Levina.
Menurutnya, perhatian ibu dan ayah, seperti menyusui, menatap wajah bayi, atau memeluknya saat menangis bukan sekadar rutinitas, melainkan investasi besar dalam tumbuh kembang anak
Momentum Hari Keluarga Nasional (Harganas) dan Hari Anak Nasional (HAN) seharusnya menjadi pengingat bahwa keluarga adalah garda terdepan pemenuhan hak anak.
“Keluarga adalah sekolah pertama bagi anak. Di situlah anak belajar mengenal dunia, merasa dicintai, dan dipahami. Investasi terbaik suatu bangsa ada pada kualitas pengasuhan, keluarga yang hadir, dan bertumbuh bersama anak sejak hari pertama kehidupannya,” ucap Levina.