Beras Oplosan Bikin Masyarakat Tertipu, Pemerintah Harus Bertanggung Jawab

Peredaran beras oplosan di masyarakat memicu keprihatinan.
Anggota Komisi VI DPR RI, Imas Aan Ubudiyah menilai, kasus ini mencerminkan lemahnya perlindungan konsumen di Indonesia.
“Ini adalah bentuk penipuan terhadap konsumen. Beras adalah makanan pokok masyarakat. Saat kualitas tidak sesuai dengan label, itu jelas pelanggaran serius,” ujar Imas kepada wartawan di Jakarta dikutip , Jumat (18/7).
Imas menegaskan, perlindungan konsumen merupakan hak yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Pada Pasal 8 ayat (1) huruf a, disebutkan pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai standar dan mutu.
Pelanggaran atas ketentuan tersebut dapat dikenai pidana penjara hingga lima tahun atau denda maksimal Rp 2 miliar, sesuai Pasal 62 UU yang sama.
Selain itu, menurut UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, pelaku usaha juga dilarang memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan data atau informasi yang dicantumkan.
“Kalau label menyebutkan beras kualitas premium, tapi ternyata kualitas rendah, itu penipuan,” jelas Imas.

Legislator asal Jawa Barat itu juga mendorong Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk meningkatkan pengawasan terhadap distribusi barang, khususnya bahan pokok.
Dirinya menilai, bahwa jalur distribusi yang longgar memberi celah bagi pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab.
“Pemerintah harus meningkatkan pengawasan dan memperketat distribusi demi melindungi hak-hak konsumen,” pungkas Imas.
Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, mengungkapkan adanya 212 merek beras yang diduga melakukan pengoplosan serta pelanggaran standar mutu.
Praktik tersebut merugikan konsumen dengan nilai kerugian hampir Rp 100 triliun.
Beras oplosan itu dijual dengan harga lebih mahal dari kualitas aslinya, menggunakan label menyesatkan, dan sering kali berat bersih tidak sesuai dengan yang tercantum dalam kemasan. (knu)