Modus Beras Oplosan Dibongkar Polisi, Dicampur Kualitas Pakan Ternak

Kepolisian Daerah (Polda) Riau menggerebek toko yang menjadi tempat produksi beras oplosan, di Jalan Lembaga Pemasyarakatan, Kecamatan Sail, Pekanbaru, Riau, Sabtu (26/7/2025).
Kapolda Riau, Irjen Pol Herry Heryawan menjelaskan modus operandi yang digunakan oleh pelaku dugaan pengoplosan beras tersebut.
Menurutnya, pelaku membeli beras kualitas rendah dengan harga sekitar Rp 6.000 hingga Rp 8.000 per kilogram, kemudian dikemas dengan kemasan beras SPHP Bulog.
“Pelaku ini dia membeli, jadi beras itu dioplos, yang diambil adalah beras reject, kemudian dikemas dalam beras SPHP Bulog yang ukurannya lima kilogram,” jelasnya, seperti dikutip dari Kompas TV.
“Kemudian dijual dengan harga Rp13.000, padahal modal yang dikeluarkan oleh pelaku adalah Rp6.000 sampai Rp8.000,” tegasnya.
Modus curang beras oplosan
Modus kedua, lanjut Kapolda, adalah dengan mengemas ulang atau repacking beras kualitas rendah ke dalam kemasan beras premium.
“Jadi ada repacking beras yang kualitasnya rendah, yang diperoleh dari salah satu kabupaten di sini. Kemudian di-pack dalam kemasan beras-beras premium, seperti Aira, beras merek Famili, Anak Dara Merah, dan masih banyak lagi.”
Mengutip , dalam penggerebekan tersebut polisi menangkap seorang terduga pelaku berinisial R, yang diduga distributor beras oplosan.
Menurut Irjen Herry, tindakan ini mencederai program pemerintah melalui SPHP yang bertujuan menyediakan beras berkualitas dengan harga terjangkau.
“Ketika pelaku serakah justru merusaknya untuk keuntungan pribadi, itulah yang disebut Presiden sebagai 'serakahnomics',” ucapnya mengutip pernyataan Presiden Prabowo Subianto.
Beras untuk pakan ternak
Sementara, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Riau, Kombes Ade Kuncoro Ridwan menambahkan, pelaku diduga membeli beras reject yang sebenarnya tidak lolos seleksi kualitas dan seharusnya digunakan sebagai pakan ternak.
Kemudian pelaku mencampurnya dengan beras medium. Setelah itu, produk oplosan tersebut dijual kembali seharga Rp 13.000 hingga Rp 16.000 per kilogram tergantung kemasannya.
“Kalau dimakan bisa, cuma rasanya tidak enak. Masyarakat membeli dengan harga mahal, tapi kualitasnya sangat rendah,” ujar Ade.
Dalam kegiatan tersebut, polisi menyita sekitar 9 ton beras oplosan sebagai barang bukti. Pelaku diketahui telah menjalankan praktik ini selama dua tahun dan mendistribusikannya ke berbagai toko beras di Pekanbaru.
Pelaku sudah beroperasi 2 tahun
Pelaku sudah beroperasi selama dua tahun dan juga menjual eceran ke toko-toko beras lainnya di Pekanbaru.
Polisi masih mendalami berapa keuntungan yang telah diraup oleh pelaku.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 62 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.