Tragedi Affan Kurniawan Dinilai Bisa Jadi Alarm untuk Mengevaluasi Manajemen Anggaran Polri yang Amburadul

Pakar kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mempertanyakan alokasi anggaran Polri menyusul insiden tewasnya pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, yang dilindas mobil taktis Brimob Polda Metro Jaya pada Kamis (28/9).
"Saya melihat peristiwa ini bukan sekadar kecelakaan, tetapi gejala dari kombinasi kelalaian prosedural, kultur kekerasan, dan tata kelola anggaran yang menyimpang," ujar Achmad, Sabtu (30/8).
Menurut Achmad, kejadian ini menyoroti ironi di mana anggaran Polri terus meningkat setiap tahun. Ia menilai insiden tersebut bukan sekadar kecelakaan, melainkan cerminan dari sejumlah masalah, termasuk kelalaian prosedur, kultur kekerasan, dan tata kelola anggaran yang tidak tepat.
Data dari Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa alokasi anggaran untuk Polri melonjak dari Rp102,2 triliun pada 2021 menjadi Rp145,6 triliun di tahun 2026.
Meskipun anggaran meningkat, Achmad berpendapat bahwa porsi terbesar diserap oleh belanja barang dan modal, yang rawan penyalahgunaan, sementara investasi untuk pengembangan sumber daya manusia (SDM) masih minim.
Polri juga mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp63,7 triliun untuk tahun 2026, yang merupakan kenaikan 37% dari anggaran sebelumnya.
Permintaan ini menuai kritik publik karena dianggap tidak sejalan dengan semangat efisiensi pemerintah. Achmad juga menyoroti kurangnya transparansi, dengan program "dukungan manajemen" senilai Rp73 triliun yang tidak dijelaskan secara rinci.
Di sisi lain, Polri diketahui memamerkan robot polisi seharga hampir Rp3 miliar per unit dalam perayaan HUT Bhayangkara pada Juli 2025.
Padahal, realisasi belanja Polri hingga pertengahan 2025 baru mencapai 48,67% atau Rp69,1 triliun. Meskipun penyerapan anggaran masih rendah, Polri tetap mengajukan tambahan puluhan triliun rupiah.
Achmad menegaskan bahwa tragedi yang menimpa Affan Kurniawan harus menjadi momentum penting untuk mengevaluasi tata kelola anggaran Polri. Ini demi memastikan bahwa setiap rupiah yang dibelanjakan benar-benar meningkatkan profesionalisme, keselamatan warga, dan akuntabilitas aparat.
"Ini demi memastikan bahwa belanja besar benar-benar berdampak pada profesionalisme, keselamatan warga, dan akuntabilitas aparat," ucap dia. (Knu)