Melihat Raut Cemas Orang Tua di Depan Mapolda Jateng, Datang Sejak Subuh Demi Bisa Jemput Anak

demo, Semarang, Polda Jateng, aksi massa, aksi massa anarkis, Polda Jawa Tengah, Melihat Raut Cemas Orang Tua di Depan Mapolda Jateng, Datang Sejak Subuh Demi Bisa Jemput Anak

Halaman depan Mapolda Jateng, tepat di tepian Jalan Pahlawan Semarang, berubah menjadi ruang tunggu penuh kegelisahan pada Minggu (31/8/2025) pagi.

Para orangtua berdiri dan duduk di trotoar jalan dengan wajah tegang dan mata sembab karena kurang tidur. Sesekali mereka menatap ke arah pintu gerbang dengan penuh harap.

Mereka bukan sedang mengurus administrasi atau menanti pelayanan publik, melainkan orang tua dan keluarga remaja yang sejak sore hingga malam sebelumnya ikut terjaring razia besar-besaran polisi seusai kericuhan di sekitar Mapolda Jateng.

Sebelumnya, pada Sabtu (30/8/2025) sore, sekumpulan pelajar dan remaja dikabarkan melempari kantor kepolisian.

Situasi yang awalnya hanya kerumunan berubah ricuh, hingga aparat melakukan sweeping di jalanan sekitar lokasi. Beberapa pengendara motor disebut sempat ditendang hingga jatuh, lalu dibawa masuk ke Mapolda Jateng.

Bagi keluarga yang anaknya tak kunjung pulang malam itu, kabar penangkapan tersebut menambah rasa cemas akan nasib buah hati mereka.

Arifan Datang Sejak Subuh Demi Menunggu Kabar Anak

Di antara mereka adalah Arifan, seorang ibu dari Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang.

Sejak pukul 06.30, ia sudah berada di depan Mapolda Jateng dengan mata merah dan wajah murung.

“Rasanya saya sudah mau semaput (pingsan),” ujarnya lirih kepada Tribunjateng.com, Minggu (31/8/2025).

Arifan bercerita, anaknya yang masih duduk di bangku SMK tidak pernah bicara soal demo. Ia yakin betul anaknya tidak neko-neko.

“Sore kemarin masih di rumah, benerin motor. Karena lampu motornya ada di rumah temannya, dia pergi ke sana. Dia pergi bawa motor saya, mungkin lewat sini terus kejaring atau bagaimana,” ucapnya.

Dini hari, Arifan sempat menerima pesan dari polisi yang memberitahukan anaknya diamankan.

“Katanya pukul 08.30 atau pukul 10.00 bisa diambil (dijemput). Tetapi sampai sekarang belum bisa keluar,” tambahnya.

Ia menegaskan anaknya hanya gemar otak-atik motor, bukan ikut aksi.

“Kalau memang salah anak saya, saya mohon maaf. Tapi saya juga belum dikasih penjelasan secara jelas sampai sekarang,” katanya.

Budiarto Gelisah Ingin Segera Bertemu Cucu

Cerita lain datang dari Budiarto (60), kakek dari K, anak laki-laki kelas 6 SD. Dengan tubuh renta, ia berulang kali menghela napas panjang di depan Mapolda Jateng.

K tinggal bersama kakek-neneknya di Genuk, Semarang, sementara orangtuanya bekerja di Pati.

hari sama saya dan istri. Dia anaknya pendiam, tidak neko-neko,” ujarnya.

“Cucu saya itu cuma main, nongkrong di Simpang Lima. Dia pamit sama saya 'kung tak dolan ya,” terangnya sembari menirukan ucapan sang cucu.

Namun malam itu, cucunya ikut terjaring sweeping aparat. Budiarto menyebut cucunya pamit pukul 19.00 untuk keluar bersama temannya.

“Saya tidak tahu siapa temannya. Malam itu sebenarnya saya sudah merasa tidak enak. Pukul 02.00 saya dikabari polisi dari Polsek Genuk, katanya cucu saya diamankan,” ucapnya.

Mendengar kabar itu, Budiarto menyebut bahwa istrinya tak henti menangis.

"Istri saya semalam itu menangis terus," tambahnya.

Sambil menunggu, Budiarto hanya bisa berharap cucunya segera pulang.

“Pukul 10.00 dijanjikan bisa ketemu, ya saya tunggu saja,” katanya lirih.

Solikin Khawatirkan Kondisi Keponakannya

Cerita serupa disampaikan Solikin, warga Sembungharjo, yang menjemput keponakannya kelas 3 SMP. Sejak subuh ia sudah berada di Mapolda Jateng.

“Semalam pukul 23.00 saya ditelepon dari Polda Jateng, katanya anaknya ada di sini. Jadi saya berangkat pukul 05.00, sampai sini pukul 06.00,” tuturnya.

Solikin mengaku tidak bisa tidur semalaman karena memikirkan kondisi sang keponakan. Ia bahkan sudah bersiap datang lebih awal agar tidak dianggap mengulur waktu.

“Kalau disuruh pukul 07.00, saya datang sebelumnya. Daripada nanti dikira tidak disiplin,” ucapnya.

Keponakannya, kata Solikin, baru berusia 15 tahun. Ia ditangkap saat izin menjenguk teman yang sakit.

“Dia mau jemput temannya yang sakit. Dia tidak bawa motor, dibonceng temannya. Anak itu pendiam jarang keluar. Itu kalau dilepas di Tlogosari, dia tidak bisa pulang," tutur Solikin.

Saat mendengar kabar dari adiknya bahwa keponakannya terjaring razia, Solikin sempat bingung.

Di tengah penantian panjang, ia mengaku yang paling membuat khawatir adalah soal makan sang keponakan.

“Tadi saya sempat tanya sama petugasnya, ‘anaknya makan enggak Pak?’ katanya makan, tapi seadanya. Anak itu sejak pukul 16.00 kemarin keluar belum sempat makan. Itu yang saya pikirkan,” ungkapnya.

Kisah Arifan, Budiarto, dan Solikin hanyalah sebagian dari banyak orangtua yang gelisah menanti anak-anak mereka di Mapolda Jateng. Mereka datang membawa rasa cemas, kebingungan, sekaligus harapan.

Di bawah terik matahari, dengan berteduh di balik tembok Mapolda Jateng, orangtua menanti dengan doa agar anak-anak mereka segera dipulangkan.

Dari pantauan di lapangan, hingga pukul 11.00, mereka masih bertahan di luar gerbang, menunggu kabar yang belum juga datang.

Sebelumnya diberitakan, Polda Jawa Tengah mengamankan 318 orang yang diduga terkait dengan penyerangan markas kepolisian yang berlokasi di Jalan Pahlawan, Kota Semarang, Sabtu.

"Sampai dengan pukul 19.30 WIB tercatat 318 orang yang ditangkap," kata Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol. Artanto.

Ia menuturkan kelompok yang sebagian besar diantaranya masih berusia remaja itu menyerang Mapolda Jawa Tengah pada Sabtu sore.

Disclaimer: Pemberitaan ini untuk kepentingan informasi publik, agar hak masyarakat untuk tahu tetap terjaga. Redaksi menolak kekerasan/perusakan/pembakaran/penjarahan, karena bangsa ini hanya akan kuat jika kita setia melindungi sesama, merawat fasilitas umum, dan menjaga dunia usaha tetap berjalan agar ekonomi tak makin terpuruk. Tetap tenang, jangan terprovokasi, jadikan negeri ini rumah aman buat kita semua, dan utamakan sumber informasi yang kredibel.

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!