Polda Jateng Fasilitasi Pertemuan Orang Tua dan Anak yang Ditahan, Sebut Akan Ada Arahan

Keresahan para orang tua telah menunggu di depan Markas Polda Jawa Tengah (Mapolda Jateng) untuk menjemput anak mereka pada Minggu (31/8/2025) akhirnya terjawab.
Sekitar pukul 12.00 WIB, Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto dan jajarannya bertemu dengan para orangtua yang menunggu di luar Mapolda Jateng.
Kombes Pol Artanto menyatakan bahwa saat ini ada 366 pelajar yang diamankan di Mapolda Jateng seusai insiden penyerangan.
Rinciannya, 39 orang ditangkap saat kejadian Minggu (31/8/2025) subuh dan 327 lainnya pada Sabtu (30/8/2025) sore.
“Kami fasilitasi orangtua untuk hadir sore hari sekira pukul 15.30 di Gedung Borobudur Polda Jateng. Akan ada arahan dari Direktur Reserse Kriminal Umum terkait anarko yang melakukan penyerangan Mapolda Jateng,” ujarnya, seperti dikutip dari Tribun Jateng.
Ia juga menyampaikan imbauan kepada para orang tua terkait situasi dan isu yang tengah beredar.
“Kami imbau para orangtua agar mengawasi anaknya.Jangan mudah terprovokasi dan jangan ikut-ikutan menjadi pelaku anarko,” jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, ratusan orang yang terdiri dari anak-anak, pelajar, mahasiswa hingga pekerja tersebut ditangkap saat polisi melakukan sweeping.
Penangkapan itu dilakukan selepas peristiwa kericuhan saat aksi solidaritas untuk kematian ojek online Affan Kurniawan di depan Mapolda Jateng.
Selepas ditangkap, mereka kini dalam proses pemeriksaan kepolisian tanpa pendampingan hukum.
Kisah Orang Tua yang Tunggu Anaknya Dibebaskan dari Mapolda Jateng
Bagi keluarga yang anaknya tak kunjung pulang malam itu, kabar penangkapan tersebut menambah rasa cemas akan nasib buah hati mereka.
Berikut beberapa kisah orang tua yang menunggu anak-anak mereka untuk segera dibebaskan.
Anak Ira Disebut Jadi Korban Salah Tangkap
Di antara mereka adalah seorang ibu bernama Ira yang Sejak pagi dia sudah datang dengan harapan bisa segera bertemu anaknya yang berusia 15 tahun.
Ira mendapat kabar pada Sabtu (30/8/2025) sekira pukul 21.00 bahwa anaknya ditahan polisi. Maka, sejak pagi sekitar pukul 09.00, Ira sudah berada di Polda Jateng.
Anak yang dikenal pendiam itu disebut-sebut menjadi korban salah tangkap saat terjadi kericuhan massa di kawasan Simpang Lima, Semarang.
“Anak saya sebenarnya hanya mengantar temannya beli onderdil motor di Pasar Bulu Semarang. Saat melintas di Simpang Lima, ramai sekali. Dia sempat memutar melalui Undip bawah, tapi tiba-tiba motornya diberhentikan, kuncinya dimatikan, lalu dibawa ke Mapolda Jateng,” kata Ira dengan mata berkaca-kaca.
Meski sudah ada penjelasan resmi, keresahan tetap menyelimuti Ira. Dia hanya ingin anaknya segera pulang.
“Anak saya tidak neko-neko," ujarnya.
Situasi di depan Mapolda Jateng, Minggu (31/8/2025). Para orangtua menunggu untuk bisa menjemput anak-anaknya yang sebelumnya dikabarkan terjaring sweeping pasca demo rusuh pada Sabtu (30/8/2025) sore.
Arifan Masih Menunggu Kabar Putranya
Arifan, seorang ibu dari Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang bahkan telah menunggu kabar putranya sedari pagi.
Sejak pukul 06.30 WIB, ia sudah berada di depan Mapolda Jateng dengan mata merah dan wajah murung.
“Rasanya saya sudah mau semaput (pingsan),” ujarnya lirih kepada Tribunjateng.com, Minggu (31/8/2025).
Arifan bercerita, anaknya yang masih duduk di bangku SMK tidak pernah bicara soal demo. Ia yakin betul anaknya tidak neko-neko.
“Sore kemarin masih di rumah, benerin motor. Karena lampu motornya ada di rumah temannya, dia pergi ke sana. Dia pergi bawa motor saya, mungkin lewat sini terus kejaring atau bagaimana,” ucapnya.
Dini hari, Arifan sempat menerima pesan dari polisi yang memberitahukan anaknya diamankan.
“Katanya pukul 08.30 atau pukul 10.00 bisa diambil (dijemput). Tetapi sampai sekarang belum bisa keluar,” tambahnya.
Ia menegaskan anaknya hanya gemar otak-atik motor, bukan ikut aksi.
“Kalau memang salah anak saya, saya mohon maaf. Tapi saya juga belum dikasih penjelasan secara jelas sampai sekarang,” katanya.
Budiarto Khawatirkan Nasib Sang Cucu
Cerita lain datang dari Budiarto (60), kakek dari K, anak laki-laki kelas 6 SD. Dengan tubuh renta, ia berulang kali menghela napas panjang di depan Mapolda Jateng.
K tinggal bersama kakek-neneknya di Genuk, Semarang, sementara orangtuanya bekerja di Pati.
hari sama saya dan istri. Dia anaknya pendiam, tidak neko-neko,” ujarnya.
“Cucu saya itu cuma main, nongkrong di Simpang Lima. Dia pamit sama saya 'kung tak dolan ya,” terangnya sembari menirukan ucapan sang cucu.
Namun malam itu, cucunya ikut terjaring sweeping aparat. Budiarto menyebut cucunya pamit pukul 19.00 untuk keluar bersama temannya.
“Saya tidak tahu siapa temannya. Malam itu sebenarnya saya sudah merasa tidak enak. Pukul 02.00 saya dikabari polisi dari Polsek Genuk, katanya cucu saya diamankan,” ucapnya.
Mendengar kabar itu, Budiarto menyebut bahwa istrinya tak henti menangis.
"Istri saya semalam itu menangis terus," tambahnya.
Sambil menunggu, Budiarto hanya bisa berharap cucunya segera pulang.
“Pukul 10.00 dijanjikan bisa ketemu, ya saya tunggu saja,” katanya lirih.
Sodikin Tak Bisa Tidur Tunggu Kabar Sang Keponakan
Cerita serupa disampaikan Solikin, warga Sembungharjo, yang menjemput keponakannya kelas 3 SMP. Sejak subuh ia sudah berada di Mapolda Jateng.
“Semalam pukul 23.00 saya ditelepon dari Polda Jateng, katanya anaknya ada di sini. Jadi saya berangkat pukul 05.00, sampai sini pukul 06.00,” tuturnya.
Solikin mengaku tidak bisa tidur semalaman karena memikirkan kondisi sang keponakan. Ia bahkan sudah bersiap datang lebih awal agar tidak dianggap mengulur waktu.
“Kalau disuruh pukul 07.00, saya datang sebelumnya. Daripada nanti dikira tidak disiplin,” ucapnya.
Keponakannya, kata Solikin, baru berusia 15 tahun. Ia ditangkap saat izin menjenguk teman yang sakit.
“Dia mau jemput temannya yang sakit. Dia tidak bawa motor, dibonceng temannya. Anak itu pendiam jarang keluar. Itu kalau dilepas di Tlogosari, dia tidak bisa pulang," tutur Solikin.
Saat mendengar kabar dari adiknya bahwa keponakannya terjaring razia, Solikin sempat bingung.
Di tengah penantian panjang, ia mengaku yang paling membuat khawatir adalah soal makan sang keponakan.
“Tadi saya sempat tanya sama petugasnya, ‘anaknya makan enggak Pak?’ katanya makan, tapi seadanya. Anak itu sejak pukul 16.00 kemarin keluar belum sempat makan. Itu yang saya pikirkan,” ungkapnya.
Kisah Arifan, Budiarto, dan Solikin hanyalah sebagian dari banyak orangtua yang gelisah menanti anak-anak mereka di Mapolda Jateng. Mereka datang membawa rasa cemas, kebingungan, sekaligus harapan.
Di bawah terik matahari, dengan berteduh di balik tembok Mapolda Jateng, orangtua menanti agar anak-anak mereka segera dipulangkan.
Dari pantauan di lapangan, hingga pukul 11.00, mereka masih bertahan di luar gerbang, menunggu kabar yang belum juga datang.
Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul “Perasaan Ira Makin Campur Aduk, Baru Bisa Bertemu Anak Sore Ini di Polda Jateng” dan “Gelisah Orangtua di Depan Mapolda Jateng, Arifan Datang Sejak Subuh untuk Jemput Anak”.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!