Top 5+ Kejanggalan Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Ada Konsepsi Arahan Penguasa

sejarah Indonesia, penulisan ulang sejarah, Fadli Zon, penulisan ulang sejarah Indonesia, fadli zon, sejarah indonesia, penulisan ulang sejarah indonesia, 5 Kejanggalan Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Ada Konsepsi Arahan Penguasa, 1. Target Penyelesaian yang Terlalu Cepat, 2. Konsepsi Penulisan Berdasar Arahan Penguasa, Bukan Konsultasi Ahli, Outline Buku Disusun Bukan oleh Ahlinya, Perubahan Terminologi yang Tidak Jelas, Narasi Indonesia-Sentris yang Cenderung Glorifikatif

Proses penulisan ulang sejarah Indonesia yang sedang disusun dalam Buku Sejarah Nasional Indonesia (SNI) mengundang perhatian banyak pihak, termasuk para akademisi dan sejarawan.

Arkeolog Profesor Harry Truman Simanjuntak, yang sebelumnya terlibat dalam tim penulisan ulang sejarah, mengungkapkan sejumlah kejanggalan yang ia temui dalam proses tersebut.

Kejanggalan-kejanggalan tersebut menjadi alasan bagi Truman untuk keluar dari tim yang dipimpin oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon.

Berikut adalah lima kejanggalan yang diungkapkan oleh Truman terkait penulisan ulang sejarah Indonesia.

1. Target Penyelesaian yang Terlalu Cepat

Salah satu kejanggalan yang ditemukan Truman adalah target penyelesaian penulisan sejarah yang dijadwalkan selesai pada Juni 2025, padahal rapat persiapan baru dimulai pada akhir November 2024.

Menurut Truman, proses penulisan buku sejarah biasanya memakan waktu lima hingga sepuluh tahun, seperti yang dialami timnya ketika menulis Indonesia Dalam Arus Sejarah (IDAS).

"Sepuluh tahun paling tidak prosesnya hingga menghasilkan sebuah buku. Saya waktu itu menyatakan, kok bisa secepat itu? Saya bilang, apakah mungkin?" ujarnya dalam sebuah diskusi daring pada Rabu (18/6/2025).

2. Konsepsi Penulisan Berdasar Arahan Penguasa, Bukan Konsultasi Ahli

Kejanggalan kedua yang ia temui adalah konsepsi penulisan ulang sejarah Indonesia yang disusun tanpa melibatkan seminar-seminar atau diskusi mendalam dengan para sejarawan.

Konsepsi penulisan ulang sejarah Indonesia itu disebut disusun oleh editor umum arahan penguasa.

Oleh karena itu, Truman mengkhawatirkan bahwa penulisan sejarah ini lebih didorong oleh keinginan pihak penguasa daripada hasil pemikiran akademis yang objektif.

"Janganlah menyusun konsepsi itu di bawah arahan penguasa. Ketika kita mau menyusun sebuah buku, apalagi ini buku kebangsaan, apalagi ini buku berseri, mestinya didahului oleh semacam seminar-seminar," kata Truman.

Outline Buku Disusun Bukan oleh Ahlinya

Kejanggalan ketiga adalah penyerahan outline atau kerangka jilid prasejarah yang harusnya disusun oleh sejarawan ahli di bidang tersebut.

Truman merasa bahwa penyodoran outline ini merupakan langkah yang salah.

"Mestinya yang menyusun outline itu orang-orang yang ahli di bidang itu. Bukan ahli lain. Itu sebabnya ketika kita membaca outline buku yang sekarang sedang dikerjakan para penulisnya, ini sebuah kemunduran," ungkapnya.

Perubahan Terminologi yang Tidak Jelas

Salah satu hal yang dianggap kontroversial oleh Truman adalah pemaksaan untuk mengganti istilah "prasejarah" menjadi "sejarah awal".

Menurutnya, istilah "prasejarah" sudah digunakan lebih dari 200 tahun secara internasional dan tidak seharusnya diperdebatkan lagi.

"Sekarang di 2025, mereka menggantikan menjadi sejarah awal Nusantara. Pertanyaan besarnya, apa yang terjadi sebetulnya dalam proses penyusunan ini hingga mengubah terminologi itu, itu pertanyaan besarnya. Waktu itu tidak ada jawaban yang jelas," ujar Truman.

Narasi Indonesia-Sentris yang Cenderung Glorifikatif

Kejanggalan terakhir yang diungkapkan oleh Truman adalah kecenderungan penulisan sejarah yang terlalu berfokus pada narasi Indonesia-sentris yang glorifikatif dan subjektif.

Truman menekankan pentingnya objektivitas dan rasionalitas dalam bidang keilmuan, yang harus berdasarkan fakta sejarah, bukan pada kepentingan politik.

"Bagi saya itu suatu kejanggalan, gitu ya. Mereka juga mengatakan Indonesia sentris. Saya buka suara ketika di pertemuan Menteri, tidak setuju dengan penggunaan istilah ini. Kenapa? Pak, kalau kita bicara ilmu pengetahuan, kita harus bicara objektivitas, rasionalitas. Kalau salah, katakanlah salah. Kalau benar, katakanlah benar," tegasnya.

Dalam konteks ini, Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) berencana untuk melakukan penulisan ulang sejarah Indonesia yang terdiri dari 10 jilid utama, dengan tujuan menghapus bias kolonial dan memperkuat identitas nasional.

Namun, menurut Truman, pendekatan yang tidak melibatkan cukup banyak pihak ahli serta pengaruh penguasa dalam konsepsi penulisan sejarah tersebut menjadi masalah besar dalam upaya ini.

Melalui berbagai kejanggalan ini, Truman memperingatkan agar sejarah Indonesia tidak dipengaruhi oleh kekuatan politik yang berusaha untuk memanipulasi fakta demi kepentingan tertentu.

Penulisan ulang sejarah Indonesia harus didasarkan pada fakta dan objektivitas, bukan pada narasi yang dibuat untuk menguntungkan satu pihak tertentu

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul .