Demo Besar-besaran Disebut Terjadi Buntut Akumulasi Kemarahan Rakyat ke DPR

Aksi demo di Mapolda Metro Jaya
Aksi demo di Mapolda Metro Jaya

 Aksi demonstrasi besar-besaran yang belakangan marak hingga berujung anarkis dinilai bukanlah peristiwa spontan.

Pakar Hukum Prof Henry Indraguna menyebut gejolak tersebut sebagai akumulasi kemarahan publik terhadap kesenjangan sosial, ketidakadilan, hingga gaya hidup mewah anggota DPR di tengah kesulitan rakyat.

Henry menyoroti kematian Affan Kurniawan, pengemudi ojek online yang tewas setelah ditabrak kendaraan taktis (rantis) Brimob sebagai pemicu ledakan emosi masyarakat atas akumulasi kegelisahan publik akan penegakan hukum, kenaikan biaya hidup, PHK, pengangguran, beban pajak, serta praktik KKN yang makin menjadi-jadi. Ditambah lagi gaya hidup elit yang mencolok.

Dia menyampaikan bahwa penyampaian pendapat, gagasan, kritik, protes secara terbuka adalah dijamin oleh konstitusi. Namun, aksi yang anarkis disebutnya sebagai langkah inkonstitusional.

"Aksi massa yang anarkis dan vandalisme yang merusak sarana dan prasarana dapat berkembang menjadi konflik sosial yang dapat mengganggu stabilitas politik, keamanan, dan ekonomi nasional,” kata dia, Senin, 1 September 2025.

Petugas membersihkan kerusakan usai demonstrasi di Polda Metro Jaya.

Petugas membersihkan kerusakan usai demonstrasi di Polda Metro Jaya.

Menurut Henry, jurang ketidakpercayaan publik terhadap pejabat semakin lebar karena banyak elit lebih sibuk pamer kemewahan ketimbang menunjukkan solidaritas di masa sulit.

“Mereka seolah seperti hidup seperti borjuis di tengah-tengah kaum proletariat, yang sama sekali tidak sense of crisis. Kesenjangan sosial ini memperlebar jurang kepercayaan publik terhadap pemerintah dan elit politik,” kata dia.

Lebih jauh, ia menyinggung lemahnya penegakan hukum terhadap korupsi, termasuk lambannya pengesahan RUU Perampasan Aset. “Celakanya lagi aset hasil korupsi tidak sepenuhnya berhasil dikembalikan untuk kepentingan rakyat, karena payung hukum untuk melegitimasi upaya perampasan aset-aset koruptor itu pun tak kunjung disahkan. RUU Perampasan Aset yang sering menjadi diskursus hanya sampai menjadi wacana dan retorika,” tutur Henry.

Pakar Hukum Henry Indraguna

Pakar Hukum Henry Indraguna

Dia menekankan, masyarakat kini menuntut hasil pajak digunakan untuk pelayanan publik, bukan bancakan elit. Ia juga mengkritisi pendekatan aparat yang kerap represif dalam menangani aksi.

"Narasi No Viral, No Justice kini jadi senjata ampuh untuk memprovokasi massa lebih besar dan menjadi komoditas bahwa aspirasi masyarakat merasa hanya didengar setelah muncul korban atau kerusuhan," ujar dia.

Sebagai solusi, Henry menawarkan beberapa rekomendasi. Dalam jangka pendek, ia mendorong pemerintah membuka dialog nasional antara pemerintah, DPR, buruh, mahasiswa, tokoh agama hingga masyarakat sipil.

Untuk jangka panjang, ia mendesak pengesahan UU Perampasan Aset, revisi UU ITE, serta reformasi sistem Pemilu agar lebih transparan dan murah. Tak kalah penting, pendidikan politik sejak dini untuk membangun budaya beradab.

“Saya menegaskan bahwa pemerintah harus mengantisipasi demonstrasi dengan kebijakan yang berkeadilan, pendekatan yang persuasif, dan teladan moral dari para pemimpin,” kata dia.