Mengapa Makanan di Jawa Cenderung Manis?

Bila pernah menyantap gudeg, selat solo, atau sambal khas Yogyakarta, ada satu rasa yang menonjol yaitu rasa manis.
Mengapa makanan di Jawa cenderung manis?
1. Makna rasa manis dalam budaya Jawa
Dilansir dari Antara, Kamis (24/4/2025), Prof. Bandi Sudardi dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, masyarakat di Jawa mencakup tiga kelompok besar yaitu masyarakat keraton (Solo dan Yogyakarta), Banyumasan, dan Brangwetan (Jawa Timur).
Dari kelompok tersebut, masyarakat keraton disebut paling suka rasa manis. Adapun rasa ini dinilai menyimbolkan kebahagiaan, keharmonisan, dan kenikmatan hidup.
2. Pohon kelapa yang melimpah

Ilustrasi gula aren. Gula aren sering disamakan dengan gula merah, faktanya kedua gula ini berbeda. Gula kelapa atau gula aren adalah jenis gula yang populer di kalangan vegan dan dianggap lebih sehat karena merupakan pemanis nabati alami.
Pohon kelapa tumbuh dengan subur di pesisir Pulau Jawa. Masyarakat pun memanfaatkan nira kelapa untuk membuat gula merah atau gula jawa.
3. Sejarah tanam paksa
Rasa manis pada makanan Jawa juga berkaitan dengan sistem tanam paksa (cultuurstelsel) pada tahun 1830 yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Van den Bosch.
Pada waktu itu, masyarakat harus menyisihkan tanah mereka untuk ditanami tanaman yang dianjurkan oleh pemerintah kolonial Belanda, dilansir dari buku "Ensiklopedia Makanan Khas Jawa" karya Wind Dylanesia (2023) terbitan Pustaka Referensi.
Adapun tanaman yang harus ditanam di Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah tebu. Sekitar 70 persen sawah di kedua wilayah tersebut diubah menjadi perkebunan tebu.