DPRD DKI Tunda Penyusunan Raperda Kawasan Tanpa Rokok

DPRD dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tengah mematangkan draf Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Jakarta. Panitia Khusus (Pansus) KTR DPRD DKI Jakarta menyebut terjadi perpanjangan waktu penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) KTR. Ketua Pansus KTR DPRD DKI Jakarta Farah Savira menargetkan perpanjangan waktu pembahasan Raperda KTR dilakukan sampai September 2025. "Dengan perpanjangan waktu, pasti bisa mundur. Namun, tetap di 2025, kami utamakan bisa selesai," kata Farah di Jakarta, Selasa (24/6). Setelah itu, Pansus menyerahkan kepada Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemberda) DPRD DKI Jakarta untuk penyelesaian pasal per pasal dalam raperda tersebut. "Tadinya memang akan kita alokasikan cuma dua waktu rapat ini, tapi kami sedang minta untuk bisa diperpanjang," ucapnya. Farah mengaku pembahasan regulasi mengenai larangan mengonsumsi hingga menjual rokok pada kawasan tertentu berjalan cukup alot. Terdapat penolakan dari sebagian pihak mengenai ketentuan tersebut. Dengan begitu, Pansus KTR DPRD DKI masih menampung aspirasi dari semua pihak, mulai dari perwakilan pengelola tempat hiburan, produsen rokok, hingga konsumen.
"Makanya di RDP kami menghadirkan kedua belah pihak. Jadi maksudnya pengusaha, asosiasi perokoknya, dan lain-lain baik pengelola gedung memang kami undang," ujar Farah.
Sebagai informasi, saat ini Jakarta belum memiliki peraturan daerah yang mengatur kawasan tanpa rokok. Saat ini, aturan terkait dengan larangan merokok di ruang publik masih diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 88 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Nomor 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok.
Terdapat delapan bab dalam draf Raperda KTR yang terdiri dari 26 pasal dalam rancangan regulasi tersebut. Beberapa ketentuan di antaranya disebutkan bahwa kawasan tanpa rokok meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar-mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum, ruang publik terpadu, dan tempat tertentu yang menyelenggarakan izin keramaian.
Kemudian, dirincikan jenis-jenis tempat umum yang dimaksud pada Pasal 14, mulai dari pasar modern, pasar tradisional, hotel atau tempat penginapan, apartemen/rusun, restoran atau rumah makan, tempat rekreasi atau tempat hiburan, halte, terminal/stasiun/pelabuhan/bandar udara, balai pertemuan, dan tempat umum lainnya.
DPRD juga sempat mengusulkan ketentuan lebih rinci dalam Raperda KTR. Fraksi Demokrat-Perindo DPRD DKI Jakarta mengusulkan adanya pembatasan jarak minimal untuk konsumsi, penjualan, hingga promosi rokok dari fasilitas-fasilitas sensitif di Jakarta seperti rumah sakit dan sekolah.
"Pasal 1 disebutkan kawasan tanpa rokok adalah tempat atau ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk merokok, memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan rokok," ujar anggota Fraksi Partai Demokrat DPRD DKI Jakarta Andika Wisnuadji Putra Soebroto.
Setidaknya, menurut Fraksi Demokrat-Perindo, harus ada pendefinisian kawasan tanpa rokok yang lebih jelas dalam Raperda KTR.
Pendefinisian yang dimaksud Fraksi Demokrat-Perindo yakni adanya ketentuan jarak minimal 200 meter terhadap kawasan tanpa rokok dari fasilitas sensitif di Jakarta.
"Kami berpandangan bahwa definisi tersebut perlu dilengkapi dengan menetapkan radius spesifik misal: 200 meter dari fasilitas sensitif seperti sekolah, tempat bermain anak dan tempat ibadah, rumah sakit," tuturnya.(Asp)