Mobil Listrik Murah Belum Bisa Gantikan Peran LCGC di RI
Kehadiran mobil listrik murah dengan banderol Rp 200 jutaan sempat jadi perbincangan berbagai pihak. Sebab dinilai berpeluang gantikan low cost green car (LCGC).
Apalagi sekarang harga LCGC sudah mulai tembus Rp 200 juta. Di sisi lain, produsen mobil listrik mulai memboyong produk seharga Rp 200 jutaan ke bawah.
Toyota sebagai salah satu manufaktur yang menjual LCGC meyakini posisi segmen itu kemungkinan belum bisa tergantikan oleh mobil listrik murah.
Ada beberapa kriteria perlu dipenuhi sebelum mobil listrik murah bisa dinilai menggantikan LCGC.

“Market-nya naik atau tidak? Karena, LCGC bertujuan mengubah dari (masyarakat) yang memiliki kendaraan roda dua ke roda empat,” kata Resha Kusuma Atmaja, GM Marketing and Planning PT Toyota Astra Motor (TAM) di Tangerang, Kamis (31/07).
Menurut dia selama mobil listrik murah yang dimaksud belum dapat menaikkan angka penjualan, maka tidak bisa disamakan dengan LCGC.
Kemudian saat ini adopsi mobil listrik masih terbatas di kota besar seperti Jakarta saja.
Karena ada kebijakan tertentu yang memicu konsumen cenderung tertarik dengan mobil listrik, seperti aturan ganjil genap. Electric vehicle (EV) terbebas dari aturan tersebut.
Untuk menilai apakah mobil listrik dapat menggantikan peran LCGC, Resha mengungkapkan perlu memperhatikan lebih detail setidaknya tiga bulan ke depan.
“Kalau ujungnya (pembeli mobil listrik) additional (beli kendaraan kedua dan seterusnya), bisa dibilang berbeda dengan LCGC. Kita pantau bersama,” kata Resha.

Sebagai gambaran, saat ini harga LCGC ditawarkan mulai Rp 140 jutaan. Termahalnya adalah Honda Brio Satya E CVT yang sudah tembus Rp 200 jutaan.
Sementara untuk mobil listrik, raksasa otomotif asal Tiongkok yaitu BYD baru merilis BYD Atto 1 seharga Rp 195 jutaan buat tipe terendah.
BYD Atto 1 digadang jadi mobil listrik termurah di dalam negeri, menyamai Wuling Air ev yang sebelumnya jadi EV dengan banderol paling rendah di Indonesia.