Metode Sensor Film di Indonesia Tidak Lagi Dipotong dan Blur, Tapi Pakai Kategori Usia

Lembaga Sensor Film Republik Indonesia (LSF RI) kini tidak lagi menerapkan metode sensor dengan memotong atau mengaburkan langsung dari materi film para sineas. Metode sensor yang kini digunakan berdasarkan kategori usia.
"Jadi kita tidak lagi memotong, tidak lagi blur, tidak lagi menggunting dari materi yang ada, tetapi kalau ada film yang tidak sesuai dengan kategori klasifikasi usianya," kata Ketua LSF Naswardi, di Jakarta, Kamis (7/8).
Naswardi menjelaskan LSF dalam proses penyensoran film kini merujuk dua tahapan, yakni meneliti dan menilai. Tahap meneliti berkaitan dengan judul, tema, dialog, monolog, teks terjemahan, serta visual adegan.
Setelah melalui proses penelitian, LSF akan melakukan penilaian terhadap film yang masuk dengan menyesuaikan klasifikasi mencakup kategori Semua Umur (SU), 13+, Dewasa 17+ dan 21+.
Menurutnya, dalam pemilihan klasifikasi usia untuk suatu film dilakukan dari pihak pemilik film atau para sineas. Peran LSF lebih dominan untuk menyesuaikan proses klasifikasi usia yang telah dipilih para sineas untuk filmnya.
"Misalnya filmnya untuk semua umur, tapi ada adegan kekerasannya. Maka kita memberikan catatan kepada pemilik untuk diperbaiki sesuai dengan kriteria untuk kategori semua umur," tuturnya.
Lebih jauh, Naswardi menambahkan kini LSF dalam proses penyensoran film tidak langsung memotong adegan karena materinya sudah dalam bentuk digital.
"Kalau dulu bentuknya pita solenoid, sehingga LSF potong kemudian digabungkan. Tetapi dengan materi yang saat ini berbasis digital tidak mungkin lagi ada pemotongan dan penyuntingan, yang ada klasifikasi usia," tandasnya , dikutip Antara. (*)