Eropa Mulai Bersuara Keras, Para Menteri Luar Negeri Desak Israel Akhiri Kelaparan di Gaza

Eropa Mulai Bersuara Keras, Para Menteri Luar Negeri Desak Israel Akhiri Kelaparan di Gaza

Krisis kemanusian , kematian dan kelaparan di Gaza mendorong berbagai negara mendesak Israel mengakhiri perang dan membuka koridor untuk pengiriman bantuan .

Para menteri luar negeri dari 24 negara mendesak agar bencana kelaparan yang terjadi di Jalur Gaza segera diakhiri.

Mereka juga menekankan perlunya melindungi bantuan kemanusiaan dan memastikan distribusinya menjangkau warga sipil.

Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh 24 negara memperingatkan bahwa syarat baru yang diajukan penjajah Israel dapat mendorong organisasi-organisasi internasional meninggalkan wilayah Palestina yang diduduki, yang selanjutnya memperburuk krisis kemanusiaan.

Pernyataan itu menyerukan persetujuan atas semua pengiriman bantuan dari organisasi internasional, memungkinkan PBB dan mitra kemanusiaan memiliki akses yang aman dan luas.

Para menlu itu juga mendesak agar seluruh penyeberangan dan rute untuk arus bantuan kemanusiaan, seperti makanan, pasokan nutrisi, tempat tinggal, bahan bakar, air bersih, obat-obatan dan juga peralatan medis segera dibuka.

Selain itu mereka juga mendesak pencegahan penggunaan kekuatan militer di lokasi pendistribusian bantuan dan meminta agar warga sipil, pekerja kemanusiaan, serta tim medis dilindungi.

Pernyataan gabungan itu ditandatangani oleh Australia, Belgia, Kanada, Siprus, Denmark, Estonia, Finlandia, Prancis, Yunani, Islandia, Irlandia, Jepang, Lituania, Luksemburg, Malta, Belanda, Norwegia, Portugal, Slowakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Swiss, dan Inggris, bersama dengan tiga pejabat senior Uni Eropa.

Sementara itu, jalur Gaza akan dikelola oleh 15 teknokrat atau profesional Palestina di bawah pengawasan Otoritas Palestina (PA) jika gencatan senjata tercapai.

Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty dalam konferensi pers di Kairo, menegaskan, Pemerintahan di Gaza akan dijalankan oleh 15 teknokrat Palestina di bawah pengawasan PA untuk periode sementara enam bulan, dengan penekanan pada kesatuan administratif antara Gaza dan Tepi Barat.

Pada Senin (11/8), Kepala Otoritas Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa Gaza akan dikelola oleh "pemerintahan sipil non-Israel" setelah pendudukan Kota Gaza.