Pelajar Indonesia Kesulitan Membaca Jam Analog, Kemampuan Numerasi Siswa Rendah

Target Skor PISA (Programme for International Student Assessment) adalah indikator kualitas pendidikan yang mengukur kemampuan siswa berusia 15 tahun dalam bidang membaca , matematika , dan sains untuk Indonesia dalam RPJMN 2025-2029 adalah 409 untuk membaca dan 419 untuk matematika .
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti menyoroti banyaknya anak Indonesia yang tidak mampu membaca jam analog akibat dari rendahnya kemampuan numerasi.
"Sebagian anak-anak kita itu tidak mampu membaca jam analog, membaca jam digital itu bisa karena ada angkanya. Tetapi, ketika sudah jam analog ada jarum panjang, ada jarum pendek itu tidak semuanya bisa membaca,” kata Mendikdasmen Mu'ti.
Ia menilai, jam analog memungkinkan murid belajar matematika, seperti tentang angka dan sudut sehingga hal tersebut menjadi contoh nyata terkait penerapan kemampuan numerasi dalam kehidupan sehari-hari.
"Padahal dari situ (jam analog) dia (murid) tidak hanya mengenal angka-angka dan jam berapa tapi juga sudut-sudut. Itu numerasi," imbuhnya.
Mu'ti mengajak seluruh pihak, khususnya pihak sekolah dan orang tua agar menguatkan penanaman kemampuan numerasi dalam kehidupan sehari-hari kepada anak-anak.
Selain mampu membaca jam analog, ia juga ingin anak-anak Indonesia dapat berhitung perkalian dasar tanpa menggunakan alat bantu kalkulator.
"Jangan sampai ketika ada pertanyaan empat kali empat sama dengan berapa? Nah jawabannya 16 itu harus pakai kalkulator dihitungnya,” katanya.
Ia menambahkan kemampuan numerasi dapat ditingkatkan melalui kebiasaan-kebiasaan yang menyenangkan, yang salah satunya melalui peluncuran Gerakan Numerasi Nasional (GNN) sebagai gerakan nasional.
"Saya berharap ini tidak sekedar menjadi seremonial belaka, tapi harus menjadi bagian dari gerakan bersama untuk membangun budaya numerasi, sebagai bagian dari kita membangun generasi Indonesia yang kuat, generasi Indonesia yang hebat,” ujar Mu'ti.
Karena itu, ia berharap pembiasaan numerasi tersebut tidak hanya diselenggarakan di sekolah, namun juga di rumah.
"Karena itu, perlu juga ibu bapak orang tua yang juga membiasakan anak-anak dengan numerasi. Belajar tidak terbatas di bangku sekolah, tapi juga bisa kita laksanakan di rumah,” katanya.
Direktur Jenderal Guru Tenaga Kependidikan dan Pendidikan Guru (Dirjen GTKPG) Kemendikdasmen Nunuk Suryani menerangkan peluncuran gerakan tersebut ditandai pula dengan peresmian Taman Numerasi di 140 sekolah dari jenjang pendidikan SD, SMP, SMA, yang tersebar di 16 provinsi dan 13 desa.
Selain peresmian Taman Numerasi, pihaknya juga telah menyusun sederet kegiatan sebagai bagian dari Gerakan Numerasi Nasional, mulai dari penayangan beberapa siniar tematik, seperti Jumat Numerasi dan Siniar Bincang Numerasi, BIMTEK Matematika Gembira yang memberikan pembekalan bagi guru, hingga penerbitan buku panduan numerasi bagi orang tua.
"Gerakan ini tidak hanya berbasis kota, tapi juga ada di desa-desa yang menjadi lokus sehingga gerakan ini diselenggarakan secara nasional,” tegas Nunuk. (*)