Studi Ungkap 41 Persen Perusahaan Bakal PHK Karyawan Gara-gara AI

Perkembangan kecerdasan buatan (AI) kian pesat dalam beberapa tahun terakhir. Teknologi ini tidak hanya menghadirkan efisiensi dan inovasi di berbagai sektor, tetapi juga memunculkan kekhawatiran tentang masa depan pekerjaan.
Laporan terbaru dari World Economic Forum (WEF) menegaskan bahwa dampak AI terhadap pasar tenaga kerja tidak bisa dianggap remeh.
Dalam laporan berjudul Future of Jobs, WEF menemukan bahwa hampir setengah perusahaan di seluruh dunia berencana melakukan pengurangan tenaga kerja pada 2030 karena adopsi AI. Temuan ini tentu memperkuat kekhawatiran masyarakat yang sejak lama cemas akan gelombang otomatisasi.
Namun, di sisi lain, ada pula kabar positif: mayoritas perusahaan menyatakan siap meningkatkan keterampilan karyawan agar bisa berkolaborasi dengan teknologi baru.

Ilustrasi pengangguran.
Melansir dari Tech Co, laporan tersebut menyebut bahwa 41% dari perusahaan di seluruh dunia berencana mengurangi tenaga kerja mereka pada 2030 karena AI. Laporan yang dirilis pada awal 2025 itu menyoroti bagaimana pasar kerja akan terkena dampak signifikan ketika perusahaan semakin menekankan kolaborasi antara manusia dan mesin.
Reskilling Jadi Strategi Utama Perusahaan
Selain melakukan pengurangan tenaga kerja, 77% bisnis berencana melakukan reskilling atau upskilling terhadap pekerja mereka yang ada pada periode 2025–2030, untuk bisa memaksimalkan program seperti ChatGPT. Namun, laporan tersebut juga menekankan bahwa teknologi canggih, termasuk AI, tidak disebut akan membawa dampak “net positif” bagi pasar tenaga kerja.
Teknologi Baru Bisa Menambah Output, Bukan Hanya Menggantikan
Meskipun hasil studi ini mungkin dianggap kurang menyenangkan, ada sisi lain yang lebih positif. Perusahaan kini semakin menghargai keterampilan terkait AI.
Hampir 70% perusahaan berencana merekrut pekerja yang bisa menciptakan alat atau peningkatan baru berbasis AI, sementara 62% lainnya mencari pekerja yang mampu bekerja efektif bersama AI.
Laporan WEF juga menekankan bahwa AI berpotensi memperkuat output manusia, bukan semata-mata menggantikannya. Salah satu kesimpulannya menyoroti pentingnya keterampilan yang berpusat pada manusia.