Princess Treatment dari Pasangan, Memanjakan atau Minta Terlalu Banyak?

Selama setahun terakhir, ada tren kencan di TikTok bernama “princess treatment” alias perlakuan ala putri, yang ramai dibicarakan.
Awalnya terlihat manis: perempuan membagikan momen ketika pasangan mereka memberikan kejutan kecil, seperti membelikan bunga, memasak makan malam, atau meminjamkan jaket saat kedinginan. Hal-hal sederhana yang membuat seseorang merasa dihargai.
Namun, baru-baru ini, seorang kreator konten dari Utah, Amerika Serikat, bernama Courtney Palmer dikenal luas sebagai “the princess treatment lady” memicu perdebatan dengan versinya yang lebih ekstrem.
Dalam videonya, ia mengaku tidak pernah mengikat tali sepatu sendiri, bahkan tidak berbicara dengan staf restoran karena semua itu “tugas” suaminya.
Bagi sebagian orang, ini terlihat seperti romansa. Bagi banyak lainnya, justru terasa seperti menghapus otonomi dirinya sebagai perempuan.
Komentar warganet pun tajam. Ada yang menyebutnya seperti “situasi sandera”, ada juga yang menyindir dengan referensi The Handmaid’s Tale. Tapi di sisi lain, banyak juga yang mendukung atau sekadar penasaran, membuktikan bahwa tren ini memang menggugah perasaan banyak orang.
Mengapa tren princess treatment meluas
Pakar etiket Myka Meier mengatakan, kepopuleran perlakuan bak putri ini disebabkan karena berbagai faktor.
"Di masa di mana kencan terasa transaksional dan sering kali membingungkan, romansa jadul terasa istimewa," kata Meier, influencer etiket yang memiliki 650.000 pengikut di Instagram.
Menurutnya, perlakuan bak putri bukan tentang materialisme, melainkan lebih tentang perhatian emosional.

Ilustrasi pasangan romantis. Zodiak apa yang paling loyal?
Kehadiran serial atau film drama tentang kehidupan bangsawan klasik seperti Bridgerton, Downton Abbey, atau the Gilded Era, dengan penggambaran romansa kelas atas
"Drama-drama periode ini memengaruhi para penontonnya", kata pakar etiket Daniel Post Senning, penulis buku Manners in a Digital World seperti dikutip dari BBC.
Di balik romantisasi “princess treatment”
Fenomena ini sebenarnya memiliki sisi buruk tersembunyi.
"Ada perbedaan antara meminta pasangan menunjukkan perhatian, misalnya, sesekali membelikan bunga atau membuka pintu, dengan membuat diri sendiri seolah tidak berdaya demi memberi ruang pada 'maskulinitas' pasangan," kata terapis dan pakar hubungan Genesis Games seperti dikutip dari Huffpost.com
Makcomblang profesional Blaine Anderson mengatakan, sebenarnya terserah masing-masing pasangan untuk memilih bentuk hubungan yang paling nyaman.
"Dan jika itu termasuk versi yang cukup ekstrem dari princess tretament pun tidak masalah, selama hal itu disetujui bersama," kata dia.
Para pakar hubungan mengingatkan bahwa cinta dan perhatian tidak harus dibungkus dalam peran kaku. Hubungan yang sehat selalu berlandaskan respek, komunikasi, dan keseimbangan.
Intinya, tidak ada yang salah dengan diperlakukan dengan baik dan mengetahui apa yang pantas kita dapatkan. Kita bisa tetap bisa menginginkan kejutan kecil sesekali dan merasa diperhatikan.
Masalahnya, menurut psikolog klinis Nusha Nouhi PhD, adalah ketika perilaku memperlakukan seorang putri dikaitkan terutama dengan perfeksionisme yang tidak realistis.
"Termasuk juga sejumlah daftar wajib tapi sebenarnya dangkal, seperti penampilan, status, dan kebiasaan kecil, alih-alih seberapa selaras perasaan Anda berdua dalam hubungan," katanya.
Jika seseorang terlalu fokus pada perlakuan layaknya seorang putri demi diperlakukan dengan baik, ia mungkin lebih mementingkan keinginannya sendiri daripada kebaikan hubungan tersebut.
"Untuk hubungan yang sukses, kedua belah pihak harus mencurahkan waktu, upaya, dan perhatian pada hubungan tersebut serta memenuhi kebutuhan satu sama lain," ujarnya.
Selain itu, tren ini juga dipopulerkan oleh para kreator yang hidup dalam privilese finansial tinggi. Bagi banyak perempuan, tuntutan pasangan yang “wajib” membiayai segalanya bisa menciptakan standar tidak realistis yang akhirnya merugikan perempuan maupun laki-laki.
Cinta yang nyata seharusnya bukan tentang satu pihak yang selalu melayani, melainkan tentang dua orang yang saling hadir dan bertumbuh bersama.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!