Tolak RUU ODOL, Ribuan Sopir Truk Demo Serentak dan Lumpuhkan Tol Soroja

— Ribuan sopir truk dari berbagai daerah di Kabupaten Bandung menggelar aksi demonstrasi menolak Rancangan Undang-Undang Over Dimension Over Loading (RUU ODOL), Kamis (19/6/2025).
Aksi yang berlangsung secara serentak itu menyebabkan lalu lintas di pintu keluar Tol Soreang–Pasirkoja (Soroja) lumpuh total.
Sejak pukul 12.00 WIB, berbagai jenis truk — mulai dari truk engkel hingga mobil bak terbuka — sengaja diparkir di badan jalan, tepat di jalur keluar tol menuju Kantor Pemerintah Kabupaten Bandung. Truk-truk itu dihiasi dengan spanduk dan tulisan-tulisan yang berisi penolakan terhadap RUU ODOL.
Kemacetan pun tak terhindarkan. Arus lalu lintas macet total selama lebih dari dua jam. Tak hanya jalur menuju kantor Pemda Bandung, antrean kendaraan juga mengular hingga ke arah pintu masuk Tol Soroja. Aparat gabungan dari TNI dan Polri tampak berjaga di lokasi, berupaya mengurai kemacetan dan menjaga ketertiban.
Sampaikan Aspirasi ke Dishub
Sebelum menutup akses tol, massa sopir truk lebih dulu mendatangi kantor Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Bandung. Mereka menyampaikan sejumlah tuntutan, salah satunya meminta pemerintah meninjau ulang RUU ODOL.
Koordinator aksi sopir truk Bandung Selatan, Cecep Beetle, mengatakan bahwa kebijakan ODOL dinilai menyengsarakan para sopir.
"Ini aksi ODOL, dengan kebijakan ini, kami menolak karena ini imbasnya ke masyarakat juga," ujarnya.
Menurut Cecep, hasil audiensi dengan Dishub menyebutkan bahwa wilayah Bandung Selatan belum akan melakukan penindakan terhadap pelanggaran ODOL. Untuk saat ini, hanya dilakukan sosialisasi.
"Tapi alhamdulillah, tadi saya sudah ada kesepakatan bahwa di Bandung Selatan belum ada tindakan. Tapi sosialisasi saja, kemudian hanya ada overloading, tidak ada over dimension atau penambahan chasis," jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa aksi ini bukan hanya berlangsung di Bandung, tapi dilakukan serentak di berbagai daerah lain sebagai bentuk solidaritas nasional antar-sopir.
"Ini bisa dikatakan spontanitas, karena solidaritas. Jadi tadi di Dishub sudah ada kesepakatan. Silakan bubar, katanya dari Dishub sama Kepolisian akan dibantu," kata Cecep.
Meski begitu, ia mengingatkan bahwa aksi lanjutan bisa terjadi jika pemerintah pusat tetap memaksakan pemberlakuan RUU ODOL.
"Kalau dari pihak terkait tidak ada tindakan, maka dari driver akan ada tindak lebih lanjut," tegasnya.
Sopir: Kami yang Terdampak, Bukan Pemilik Truk
Sikap penolakan juga disampaikan Irvan Dinarya (35), sopir truk anggota komunitas Engkel Mania Indonesia. Menurutnya, aturan ODOL hanya akan menguntungkan pemilik truk karena biaya perawatan bisa ditekan. Sebaliknya, para sopir justru tertekan karena kehilangan pendapatan.
"Ya kalau buat sopir pasti merugikan. Peraturan ini kan baru sosialisasi sebenarnya, tetapi kami sudah tahu dampak ke kami langsung seperti apa," ucapnya.
Irvan mencontohkan, muatan sayuran yang harganya fluktuatif membuat sopir perlu membawa lebih dari kapasitas standar agar tidak rugi.
"Kalau muatan sayuran kan harga sayuran fluktuatif, kan naik turun. Kalau di kala harga sayuran turun terus, kami bawa muatan sedikit, rugi," lanjutnya.
Meski sadar ODOL bisa berisiko, Irvan mengaku para sopir terpaksa mengambil risiko demi penghasilan.
"Kalau berbahaya sih kami juga sebagai sopir menyadari, memang ODOL berbahaya, cuma mau gimana lagi gitu," katanya.
Untuk sekali jalan membawa muatan, sopir hanya menerima bayaran sekitar Rp 200.000 — yang harus dibagi untuk kebutuhan sehari-hari dan biaya operasional.
"Per hari itu pun sehari semalam, kadang berangkat pagi pulang malam," ujar Irvan.
Ia berharap pemerintah meninjau kembali kebijakan ODOL, atau setidaknya memberi solusi yang berpihak pada sopir.
"Kalau untuk sementara gitu ya, ditinjau lagi gitu kan, regulasinya bagaimana, efeknya buat para sopir bagaimana gitu kalau menurut saya," tuturnya.
Jadi Korban Premanisme dan Pungli
Selain masalah regulasi, sopir truk juga menghadapi tantangan lain di jalanan, seperti premanisme dan pungutan liar. Hal ini disampaikan Ade Rustandi (28), anggota Asosiasi Sopir Seluruh Indonesia (ASSI).
"Kami ingin dapat kesejahteraan juga, jangan pandang kami sebelah mata, kami sopir, ekonomi kami terbatas. Kalau enggak ada sopir, ekonomi Indonesia enggak jalan," katanya.
"Ketika di jalan kami ini jadi korban premanisme, atau pungli, walaupun kami sopir dengan bayaran yang enggak seberapa, tetapi dengan adanya UU ODOL ini kami semakin tertekan," imbuh Ade.
Ia berharap pemerintah tak hanya fokus pada regulasi, tapi juga memahami kondisi nyata para sopir di lapangan.
"Pendapatan kami gimana, ada orderannya saja, tetapi percaya saja sebetulnya enggak cukup, kepotong yang lainnya, kaya pungli. Kami minta pemerintah Indonesia memahami keinginan kamilah, kami pengen juga sejahtera, anak istri di rumah nunggu," ujarnya.
Hingga Kamis sore pukul 14.34 WIB, arus lalu lintas di sekitar Tol Soroja masih terganggu. Pengendara dari arah tol dialihkan ke Jalan Raya Gading Tutuka menuju perempatan Gading Tutuka sebagai jalur alternatif.