Audit Antrean 5,5 Juta Jemaah Haji dan Masa Tunggunya...

Badan Penyelenggara (BP) Haji berencana melakukan audit menyeluruh terhadap daftar tunggu jemaah haji di Indonesia yang kini telah mencapai angka 5,5 juta.
Langkah ini ditempuh guna memastikan validitas data sekaligus mengidentifikasi peluang pengurangan masa antrean.
Kepala BP Haji, Mochamad Irfan Yusuf, menuturkan bahwa audit akan difokuskan pada pemeriksaan jumlah pendaftar aktif, termasuk adanya kuota yang tidak dimanfaatkan atau tidak valid.
"Kami dari BP Haji sudah mempunyai ancang-ancang, pertama antrean yang 5,5 juta itu akan kami audit, apakah benar seperti itu," kata Irfan saat memberikan keterangan di kantor Majelis Ulama Indonesia, Jakarta, dikutip Kamis (19/6/2025).
Antrean kuota batu
Menurut Irfan, selain mengevaluasi data keseluruhan, BP Haji juga akan menelusuri antrean yang ia sebut sebagai "kuota batu".
Ini merujuk pada pendaftar yang datanya lengkap namun tidak pernah hadir saat dipanggil keberangkatan.
"Kalau memang ada hal-hal yang perlu diperbaiki akan diperbaiki, termasuk beberapa antrean yang kita sebut kuota batu," lanjutnya.
Ia menambahkan bahwa keberadaan kuota batu ini dapat mempengaruhi panjangnya daftar tunggu karena tempat yang disediakan seolah-olah terisi, padahal tidak digunakan.
"Kuota batu itu ada namanya, ada alamatnya, ada pembayarannya, tetapi ketika dipanggil tidak muncul. Itu juga akan mengurangi panjangnya antrean," jelas Gus Irfan, sapaan akrabnya.
Daftar tunggu haji bervariasi tiap daerah
Petugas membongkar koper jamaah yang kedapatan menyimpan air zamzam saat akan pulang ke Tanah Air, Senin (16/6/2025). ANTARA FOTO/Andika Wahyu
Kepala Subdirektorat Data dan Sistem Informasi Haji Terpadu Kemenag, Hasan Afandi, sebelumnya menjelaskan bahwa lama waktu tunggu calon jemaah haji berbeda-beda tergantung provinsi dan kabupaten tempat pendaftaran.
Menurut dia, secara nasional, estimasi waktu tunggu haji reguler berkisar antara 11 hingga 47 tahun, tergantung daerah domisili calon jemaah.
"Daftar tunggu itu sangat dinamis tergantung kuota. Seiring kuotanya banyak, daftar tunggu juga bisa menurun. Ada rumus penghitungannya terkait berapa masa tunggunya," ujarnya saat dikonfirmasi , Senin (5/5/2025).
Dilansir dari Kompas.com (10/4/2025), Kementerian Agama telah mengumumkan rata-rata waktu tunggu keberangkatan haji di setiap provinsi di Indonesia bagi para calon jemaah haji. Berikut ini adalah rincian masa tunggu rata-ratanya:
- Aceh: 34 tahun
- Sumut: 20 tahun
- Sumbar: 24 tahun
- Riau: 26 tahun
- Jambi: 32 tahun
- Sumsel: 23 tahun
- Lampung: 23 tahun
- Jakarta: 28 tahun
- Jateng: 32 tahun
- DIY: 33 tahun
- Jatim: 35 tahun
- Bali: 28 tahun
- NTB: 36 tahun
- NTT: 23 tahun
- Kalteng: 27 tahun
- Kalsel: 38 tahun
- Sulut: 16 tahun
- Sulteng: 23 tahun
- Sultra: 27 tahun
- Papua: 25 tahun
- Bangka Belitung: 28 tahun
- Banten: 27 tahun
- Gorontalo: 17 tahun
- Kepri: 23 tahun
Calon jemaah dapat mengecek estimasi keberangkatan mereka melalui situs resmi https://haji.kemenag.go.id atau aplikasi Pusaka.
Jumlah pendaftar terus bertambah
Jemaah haji asal Kabupaten Sampang saat melakukan kegiatan ibadah haji.
Sebelumnya, Direktur Layanan Haji Dalam Negeri Kemenag, Mohammad Zen, menyampaikan bahwa secara nasional daftar tunggu haji terus bertambah, dengan jumlah pendaftar saat ini telah melampaui 5,4 juta orang.
"Daftar tunggu itu sangat dinamis tergantung kuota. Seiring kuotanya banyak, daftar tunggu juga bisa menurun. Ada rumus penghitungannya terkait berapa masa tunggunya," ujarnya, Senin (5/5/2025).
Sebagai gambaran, masa tunggu di Jawa Timur yang memiliki lebih dari 1,1 juta pendaftar bisa mencapai 35 tahun.
Jawa Tengah memiliki masa tunggu sekitar 32 tahun, dan DKI Jakarta mencapai 28 tahun untuk lebih dari 200 ribu pendaftar.
Data Kemenag yang dirilis pada April 2025 juga menunjukkan masa tunggu rata-rata provinsi lainnya, seperti NTB selama 36 tahun, Kalimantan Selatan 38 tahun, hingga Sulawesi Utara yang relatif singkat dengan hanya 16 tahun.
Dengan audit data dan evaluasi kuota yang tidak digunakan, pemerintah berharap antrean keberangkatan bisa lebih efisien.
Pembaruan sistem dan penghapusan data fiktif diharapkan dapat membuka peluang lebih cepat bagi calon jemaah yang menunggu bertahun-tahun.