Pajak Mobil di Indonesia 10 Kali Lipat Lebih Mahal dari Malaysia

pajak kendaraan, Indonesia, Malaysia, Gaikindo, Pajak Mobil di Indonesia 10 Kali Lipat Lebih Mahal dari Malaysia

— Beban pajak kendaraan di Indonesia dinilai terlalu tinggi, bahkan jauh dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia. Hal ini disebut menjadi salah satu penyebab turunnya penjualan mobil domestik sepanjang semester I/2025.

Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara, menyebut tingginya pajak membuat harga mobil makin sulit dijangkau masyarakat.

Ia bahkan mencontohkan, mobil Toyota Avanza yang diproduksi di Indonesia dan juga diekspor ke Malaysia, justru memiliki pajak tahunan jauh lebih mahal bila digunakan di dalam negeri.

"Mobil Toyota Avanza dibuat di Indonesia, dijual di sini, juga diekspor ke Malaysia. Tapi kalau dipakai di Indonesia, pajak tahunannya bisa Rp 5 juta. Di Malaysia, dengan produk yang sama, hanya sekitar Rp 500 ribu,” ujar Kukuh di GIIAS 2025 di ICE BSD City, Kamis (31/7/2025).

Menurut Kukuh, pajak yang tinggi menyebabkan selisih harga yang besar antara harga pabrik dan harga jual ke konsumen.

“Ambil contoh mobil harga Rp 100 juta. Dari pabrik ke dealer, konsumen bisa harus bayar Rp 150 juta. Artinya Rp 50 juta adalah pajak,” katanya.

Ia menilai, kondisi ini memperlebar jurang antara daya beli masyarakat dengan harga mobil. Pendapatan kelas menengah hanya tumbuh sekitar 3 persen per tahun, sementara harga mobil meningkat 7,5 persen per tahun.

pajak kendaraan, Indonesia, Malaysia, Gaikindo, Pajak Mobil di Indonesia 10 Kali Lipat Lebih Mahal dari Malaysia

Ilustrasi pajak kendaraan.

Tak hanya itu, Kukuh juga menyoroti bagaimana kebijakan pajak saat ini justru membuat mobil seolah tetap dikategorikan barang mewah.

Ia berharap pemerintah mulai mengklasifikasikan ulang definisi kendaraan mewah, apalagi untuk mobil dengan harga terjangkau.

"Jangan mobil tuh harganya mahal terus kan. Mobil di bawah Rp 300 juta atau bahkan Rp 500 juta seharusnya tidak lagi dikategorikan barang mewah," kata Kukuh.

Ia menyinggung perubahan zaman, di mana dulu kulkas dan televisi berwarna dianggap barang mewah, namun sekarang menjadi kebutuhan umum.

"Mobil di bawah Rp500 juta bukan lagi barang mewah. Memang mobil mewah tetap ada, tapi harus diklasifikasikan dengan tepat. Itu diskresi pemerintah," ujarnya.

Dalam konteks pameran GIIAS 2025, Kukuh berharap ajang ini bisa mendongkrak kembali minat beli masyarakat, terutama dengan hadirnya beragam varian mobil yang lebih terjangkau.

"Harapannya, dengan adanya GIIAS ini kita bisa mendongkrak penjualan. Karena banyak produk yang berada dalam jangkauan masyarakat kita," ujarnya.

Meski pasar otomotif dalam negeri tengah melambat, dengan penjualan tahun 2024 hanya mencapai 865 ribu unit, Kukuh menekankan pentingnya menjaga industri tetap bergeliat.

Ia mengingatkan bahwa industri otomotif tidak berdiri sendiri, tetapi melibatkan rantai pasok luas mulai dari tier 1 hingga tier 3.

“Kalau makin lama makin turun, mungkin pabrikan masih bisa bertahan. Tapi bagaimana dengan para pemasok? Jangan lupa, industri ini membuka banyak lapangan kerja,” ujarnya.