Kisah Husein Mutahar, Ajudan Soekarno yang Melahirkan Paskibraka Indonesia

Setiap peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia, salah satu momen yang paling dinantikan adalah pengibaran Bendera Merah Putih oleh Pasukan Pengibar Bendera Pusaka atau Paskibraka.
Namun, tak banyak yang mengetahui bahwa sejarah terbentuknya Paskibraka tak lepas dari peran seorang ajudan kepercayaan Presiden Soekarno, Husein Mutahar.
Kisah ini berawal pada peringatan detik-detik Proklamasi tahun 1946, saat Indonesia baru menginjak usia kemerdekaan yang kedua.
Kala itu, Jakarta masih belum aman akibat situasi politik dan keamanan, sehingga upacara 17 Agustus dipindahkan ke Gedung Agung, Yogyakarta, yang menjadi Istana Kepresidenan sementara.
Lahir dari Ide di Tengah Situasi Darurat
Mengutip penjelasan Kukuh Pamuji dalam Komunikasi dan Edukasi di Museum Istana Kepresidenan Jakarta, Bung Karno memerintahkan Mutahar untuk menyusun rangkaian upacara pengibaran bendera pusaka yang dijahit oleh Fatmawati.
Sebagai perwira Angkatan Laut berpangkat mayor, Mutahar memikirkan cara agar upacara ini meninggalkan kesan mendalam.
Idealnya, pengibaran bendera dilakukan oleh pemuda dan pemudi dari seluruh Indonesia. Namun, karena situasi darurat, hal itu sulit terwujud.
Akhirnya, Mutahar menunjuk lima anak muda yang kebetulan berada di Yogyakarta yakni tiga pemudi dan dua pemuda, sebagai pengerek Bendera Merah Putih. Menurutnya, kelima anak muda itu melambangkan lima sila dalam Pancasila.
Seragam Terinspirasi Bung Karno
Mutahar bahkan mendesain sendiri seragam upacara para pengerek bendera. Untuk petugas laki-laki, ia membuat jas putih dengan celana panjang putih, dilengkapi kaus dalam merah putih.
Petugas perempuan juga mengenakan jas putih dan kaus dalam merah putih, namun dipadukan dengan rok putih. Seluruhnya mengenakan peci hitam, meniru gaya khas Presiden Soekarno.
Upacara berlangsung sukses. Bung Karno puas melihat penampilan para pengerek bendera dan memuji kerja ajudannya itu.
Dari sanalah Mutahar dikenal sebagai Bapak Paskibraka. Gaya berpakaian tersebut dipertahankan hingga ibu kota kembali ke Jakarta pada awal 1950.
Munculnya Istilah Paskibraka
Istilah Paskibraka baru diperkenalkan pada 1973 oleh Idik Sulaeman, adik Husein Mutahar.
Ketika Presiden Soeharto menjabat pada 1967, Mutahar kembali diminta menyusun tata cara pengibaran bendera pusaka. Demi menjaga keasliannya, bendera pusaka asli disimpan, dan digunakan duplikat berbahan sutra untuk upacara.
Saat itu, Mutahar menjabat Direktur Jenderal Urusan Pemuda dan Pramuka di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Ia juga menciptakan sistem pengelompokan Paskibraka menjadi tiga formasi yang terinspirasi tanggal kemerdekaan Indonesia:
- Kelompok 17: Berjumlah 25 orang, bertugas sebagai pengiring atau pemandu.
- Kelompok 8: Terdiri dari delapan anggota inti pembawa bendera, didampingi empat anggota TNI.
- Kelompok 45: Pengawal yang terdiri dari 45 anggota TNI atau Polri bersenjata lengkap.
Ketiga formasi ini menjadi tradisi tetap dalam upacara detik-detik Proklamasi di Istana Merdeka hingga kini.
Menjelang HUT RI ke-80 pada 17 Agustus 2025, kisah lahirnya Paskibraka mengingatkan kita bahwa upacara pengibaran bendera bukan sekadar seremoni, melainkan simbol persatuan, perjuangan, dan kebanggaan bangsa.
Dari lima anak muda di Yogyakarta hingga formasi megah di halaman Istana Merdeka, warisan Husein Mutahar terus hidup, membawa pesan bahwa Merah Putih akan selalu berkibar di bumi Indonesia.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!