Faktor di Balik Populernya Mobil Listrik Cina di Indonesia

Mobil Cina di Indonesia dahulu tidak populer jika dibandingkan brand asal Jepang. Namun memasuki 2020, perlahan eksistensi brand Tiongkok mulai terlihat.

Diawali dengan kehadiran mobil listrik mungil dari Wuling sampai masuknya raksasa otomotif Cina, BYD di awal 2024.

Apalagi ditambah komitmen pemerintah untuk semakin menggencarkan penggunaan kendaraan ramah lingkungan berbasis baterai alias mobil listrik.

Pengamat menilai, kompetensi manufaktur Tiongkok dalam teknologi kendaraan ramah lingkungan jadi salah satu faktor yang berperan penting membuat mobil listrik Cina diterima baik di Indonesia maupun dunia.

Chery Lepas

Perubahan kebijakan pendukung dari mobil bermesin konvensional ke arah elektrifikasi atau Battery Electric Vehicle (BEV) merupakan inovasi yang banyak ditekuni merek Cina.

“Kita bisa lihat, dia (merek-merek mobil Cina) masuk di era yang tepat sekali,” kata Yannes Martinus Pasaribu, akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) sekaligus pengamat otomotif saat ditemui di Tangerang beberapa waktu lalu.

Dari antara banyak merek, Yannes menyorot mobil listrik BYD yang banyak mendominasi karena menguasai berbagai segmen.

Mulai dari komponen mobil, baterai sampai kendaraan besar. Memang BYD sendiri berawal sebagai perusahaan teknologi, sehingga punya kemampuan khususnya di segmen BEV.

Hal ini membuat BYD akhirnya mencatatkan hasil penjualan retail yang positif di Indonesia. Per Juli 2025 brand tersebut menempati posisi pertama merek mobil Cina terlaris di Indonesia.

Masuk Pasar dengan Harga Murah

Selain teknologi mumpuni dan dukungan dari kebijakan pemerintah, Yannes mengungkapkan merek mobil Cina masuk menawarkan harga murah.

“Kita bisa lihat tren yang berulang, penetrasi pasar selalu dimulai dengan harga rendah, karena orang belum kenal produknya,” kata Yannes.

Strategi tersebut juga dilakukan oleh BYD. Saat pertama kali masuk Indonesia, tiga model ditawarkan dengan banderol mulai dari Rp 300 jutaan.

Kemudian sub merek mewahnya, Denza hadirkan mobil keluarga bertenaga listrik di segmen premium seharga Rp 950 jutaan. Angka tersebut berada di bawah rivalnya, Toyota Alphard HEV karena ditawarkan Rp 1,7 miliar.

“Yang kita perlukan sekarang adanya integrasi kebijakan pemerintah dan masifnya skala domestik,” ucap Yannes.

Denza D9

Dampak Persaingan Harga

Mobil listrik Cina populer di dalam negeri imbas banderol lebih rendah dari kebanyakan pabrikan lain. Beberapa merek Tiongkok bahkan berani menurunkan harga demi menggaet konsumen.

Namun dalam jangka panjang, pertarungan harga dapat memberikan dampak negatif baik bagi industri maupun konsumen.

Ketika produsen menurunkan harga jual, Yannes menekankan bahwa margin keuntungan merek tersebut secara langsung akan tergerus.

Wuling

“Keuntungan ini krusial untuk investasi jangka panjang pada R&D (Research and Development), perluasan jaringan diler, peningkatan kualitas layanan purna jual dan inovasi di masa depan,” kata Yannes dalam kesempatan terpisah.

Dia menegaskan ada risiko produsen memotong biaya aspek krusial seperti kualitas material sampai fitur keselamatan. Sementara dari sisi konsumen, besar peluang harga jual kembali alias resale value kendaraan yang dimiliki jadi jeblok.

“Pada akhirnya akan merugikan konsumen dan reputasi industri tersebut secara global,” ungkap Yannes.