Waspadai 5 Dampak Stres pada Ibu Hamil, Salah Satunya Risiko Kelahiran Prematur

Perubahan hormon yang signifikan membuat ibu hamil lebih sensitif terhadap emosi, termasuk stres.
Perubahan hormon, kekhawatiran akan persalinan, hingga masalah kehidupan sehari-hari dapat memicu stres.
Jika tidak dikelola dengan baik, stres dapat berdampak pada kesehatan ibu maupun perkembangan janin.
Namun, stres berat yang berlangsung lama atau stres kronis dapat meningkatkan risiko komplikasi serius pada keselamatan ibu dan bayi. Simak 5 dampak stress pada kehamilan dan perkembangan janin.
5 Dampak stres pada kehamilan
1. Stres berat berisiko kelahiran prematur
Stres kronis dapat meningkatkan tekanan darah dan memicu hipertensi, yang berisiko menyebabkan preeklamsia dan kelahiran prematur.
Menurut BMC Pregnancy and Childbirth (2016), paparan stres berat dalam jangka panjang meningkatkan kemungkinan persalinan sebelum usia kehamilan 37 minggu.
“Hormon stres seperti kortisol bisa memengaruhi aliran darah ke plasenta, sehingga pertumbuhan janin terganggu,” jelas Thomas O’Connor, Ph.D., profesor psikiatri di University of Rochester Medical Center, dikutip dari Parents, Jumat (15/8/2025).
2. Berat badan lahir rendah dan sistem imun lemah
Paparan stres berlebihan juga dikaitkan dengan berat badan lahir rendah. Kondisi ini berpotensi memengaruhi kesehatan bayi di masa depan, termasuk kerentanan terhadap infeksi.
Kortisol yang berlebihan dapat menekan sistem imun ibu hamil, membuatnya lebih rentan terhadap penyakit yang dapat mengganggu perkembangan janin.
3. Pengaruh pada perkembangan otak dan pola tidur bayi
Penelitian menunjukkan, stres pada trimester pertama dapat memengaruhi mikrobioma di vagina ibu.
Apabila bayi yang lahir secara normal terpapar bakteri baik dari jalan lahir, perubahan mikrobioma ini dapat memengaruhi perkembangan otak dan sistem kekebalan bayi.
Studi lain menemukan bahwa ibu hamil dengan kecemasan atau depresi berat memiliki bayi yang berisiko 23 persen lebih tinggi mengalami gangguan tidur pada tahun pertama kehidupannya.
“Kortisol dapat melewati plasenta dan memengaruhi bagian otak yang mengatur siklus tidur-bangun anak,” kata O’Connor.
4. Dampak terhadap respons stres anak
American Heart Association mencatat, paparan kadar kortisol tinggi selama kehamilan dapat mengubah “setpoint” respons stres di otak janin.
Efeknya bisa bertahan hingga puluhan tahun, membuat anak lebih rentan terhadap kecemasan dan masalah kesehatan mental di masa dewasa.
5. Stres bisa berujung pada depresi
Selain dampak fisik, stres juga dapat memicu atau memperburuk depresi selama kehamilan.
Melansir dari Mayo Clinic, sekitar 7–9 persen ibu hamil di negara berpenghasilan tinggi mengalami depresi, dengan angka lebih tinggi di negara berkembang.
Gejalanya bisa tersamar karena mirip dengan keluhan kehamilan, seperti perubahan tidur, nafsu makan, dan energi.
Banyak ibu hamil yang tidak menyadari bahwa mereka mengalami depresi, atau merasa malu untuk mencari bantuan.
Padahal, depresi yang tidak diobati dapat menurunkan kualitas perawatan kehamilan, gizi, hingga meningkatkan risiko depresi pasca melahirkan.
Mengelola stres demi kesehatan janin
Mencegah dampak buruk stres pada janin memerlukan kombinasi dukungan emosional, perawatan prenatal yang memadai, dan kebiasaan hidup sehat.
Aktivitas relaksasi seperti meditasi, yoga prenatal, serta komunikasi terbuka dengan tenaga kesehatan bisa membantu menurunkan tingkat stres.
“Bagaimana seorang ibu mengelola kecemasannya sangat memengaruhi kualitas hidupnya dan bayinya,” tegas O’Connor.
Stres memang bagian alami dari kehidupan, termasuk selama kehamilan.
Namun, mengenali tanda-tanda stres berat dan mencari bantuan profesional sedini mungkin adalah langkah penting untuk melindungi kesehatan ibu dan janin.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!